Sebagai remaja kaget analisis ala
mahasiswa, saya menjadi keranjingan mengulik detail detail yang bisa dibilang
trivial. Sesuatu yang kecil bisa jadi menjadi representasi sesuatu yang lebih
besar. Seperti halnya saya melihat seseorang memiliki bibir bawah berwarna
kehitaman, saya akan mengasumsikan bahwa ia adalah perokok – dan seringkali
saya dibenci karena deduksi deduksi yang tidak jarang betul ini. Bermoralkah?
Saya bukan santri jadi mari kesampingkan isu sopan dan tidak sopan.
Saya sudah sekian tahun lewat masa
pubertas – dan sayangnya hanya jatuh cinta pada satu wanita sampai tulisan ini
ditulis. Sejauh saya dibodohi keadaan, saya nyaman nyaman saja dengan ketidak
tahuan ini. Rasanya, it just feels so
right. Setelah kaget dengan dunia mahasiswa yang selalu menuntut adanya
penjelasan, saya langsung terpleset keingin tahuan. Lalu, berikut adalah
analisis dengan sumber yang kredibilitasnya sangat diragukan namun sepertinya
cukup dwipa untuk membuat kalian
mangguk mangguk dan senyum senyum sendiri.
Mari kesampingkan elemen elemen
dasar agama yang tidak mau mensejajarkan manusia dengan hewan. Memang ketakutan
pada Tuhan adalah awal dari segala ilmu pengetahuan namun terlalu banyak agama
agaknya membuat manusia merasa hidup di timur tengah pada jaman semono. Jadi, mari berbicara sedikit sekuler.
Manusia adalah Homo sapiens - mahluk yang berpikir. Pada awalnya saya berpikir
kenapa kita tidak dinamai Homo ludens –
mahluk yang bermain. Namun, anak SD juga tahu bahwa superioritas manusia terhadap
mahluk lain berasal dari kepemilikan akalnya. Bagaimana akal bekerja? Sebelum
sampai ke situ, apa akal itu? Banyak cara cara gila ilmuwan menjelaskan apa
akal itu. Saya sebagai manusia yang belum dapat gelar sarjana
mengintepretasikanya sebagai: cara unik bagaimana spesies satu ini mengembangkan
cara untuk memenuhi instingnya. Ya, insting.
Sudahkah kalian melihat film Zootopia - film yang dipenuhi mamalia
antromorphic sebagai karakter di dalamnya? Setelah melihat film itu saya
melihat kucing di depan kosan saya yang kerap membawakan tikus mati. Dalam film
Zootopia tidak ada segregasi mana spesies superior mana spesies inferior.
Bayangkan jika di alam kita, di universe yang kadang membosankan ini, semua
mahluk hidup, atau setidaknya hewan saja, memiliki akal. Tidak perlu memiliki kecakapan
untuk berkomunikasi dengan bahasa yang sama dengan kita. Bayangkan hewan hewan
tersebut memiliki rata rata IQ 110 – memiliki kapasitas untuk bisa lulus SMA. Kucing
membawakan tikus mati ke hadapan anda langsung memiliki arti yang ambigu.
Pernahkah kalian mendapati fenomena
tentang seorang anak yang benar benar merasakan kehilangan ibunya karena sang ibu meninggal dalam
kecelakaan lalu lintas? Selain beberapa mamalia, mungkin hewan lainya akan masa bodoh
terkait hal hal seperti itu. Hell, bahkan ikan atau hewan hewan melata seperti
hamster tidak akan berpikir dua kali – karena mereka memang tidak bisa berpikir
(?) – untuk bereproduksi dengan saudara kandung sendiri tidak terkecuali orang
tua kandung sendiri. Kenapa mereka dengan selownya melakukan hal yang menurut
konstruksi sosial manusia adalah hal yang bejat? Karena itulah bagaimana
insting mereka mendikte. Saya yakin kalian pernah baca di internet tentang
bagaimana Finding Nemo akan berlanjut
jika karakter di dalamnya tidak memiliki akal manusia. Poinya, bukan mengkritisi
fiksi fiksi fable, namun: kita, manusia, adalah mahluk hidup yang juga memiliki
insting. Insting tersebut menjadi terlihat indah karena akal kita
menginterpretasikanya dengan bahasa yang indah dan akal orang lain juga akan mengartikanya
dengan cara yang indah pula.
Laki laki tentu menyukai dada besar,
paha mulus, dan badan gitar. Ketika ditanyai mengapa, tidak banyak yang bisa
menjawab. Lagi, it just feels so right.
Setelah pikiran saya tersesat, dan menggunakan landasan fitrah mahluk hidup
selalu memiliki insting ingin melanjutkan keturunanya, saya berpendapat: dada
besar dan trait trait lainya yang selalu diasosiasikan dengan adjektif ‘sexy’
adalah trait yang dekat dengan melanjutkan keturunan. Dalam alam bawah sadar
laki laki, mereka tahu bahwa wanita sexy itu lebih menjanjikan secara biologis –
mereka terlihat lebih fertile. Lebih cocok untuk mengandung anak.
Darwin dan prinsip bahwa hidup ini
adalah survival of the fittest menjelaskan
fundamental dari jatuh cinta itu. Iya, kompetisi untuk bertahan hidup. Tanpa
sadar kita yang memiliki kekurangan mencari pasangan untuk menutupi kekurangan
itu dan hal ini terjadi secara resiprokal. Insting untuk bertahan hidup ini diterjemahkan
oleh akal kita sebagai jatuh cinta. Kenapa jatuh cinta itu asik? Karena adanya
reaksi kimia yang bukan kancah saya untuk menjelaskan di otak kalian yang tidak
bisa dikendalikan alam bawah sadarnya untuk jatuh cinta pada siapa.
Fenomena cewek matre sebenarnya
adalah bentuk dari wanita matre dalam kasus tersebut membutuhkan material untuk
memenuhi kebutuhan dan egonya dan wanita tersebut percaya bahwa laki laki yang
dipacarinya mampu memenuhi kebutuhan tersebut.
Maka, untuk mendekati wanita yang sering
di-abuse oleh keluarganya yang membuat ia tidak mendapatkan kebutuhanya untuk berpendapat
adalah dengan memberinya ruang untuk berbicara.
Silahkan
dengan informasi sesat yang kalian dapat dari tulisan ini kalian cocok cocokkan
dengan keadaan yang terjadi di sekitar kalian.
Ini
adalah bagaimana saya menginterpretasikan bagaimana orang orang bisa jatuh cinta
satu sama lain. Cocok dengan konsep materialisme oleh Feurbach, Karl Marx, dan Friedrich
Engels, bukan? Semua terjadi karena interaksi manusia dalam usaha mereka mendapatkan satu materi lalu mencari materi lain lagi.
Namun,
kalian semua tahu tulisan ini hanyalah kesesatan belaka yang kalian baca untuk
memenuhi waktu kosong. Jauh di lubuk hati saya, saya juga belum tahu bagaimana
cara cinta bekerja. Karena dengan kesesatan ini saya juga belum bisa
mendapatkan alasan kenapa dari berbagai wanita yang saya kenal, saya bisa jatuh
cinta kepada wanita yang selalu tak acuh
kepada saya – dengan kata lain tidak pernah memenuhi kebutuhan saya – hingga sekarang.
Cinta
saya perlahan mulai pudar - mungkin
kesesatan ini benar adanya. Namun, kepada wanita mana lagi saya harus
menyandarkan beban? Saya rindu jatuh cinta seperti pertama kali itu.
Nasib.
Indra.