*Postingan berikut ini
mengandung bahaya laten memecah toleransi di Indonesia dan tidak berlebihan
jika disebut penistaan agama. Kaum sumbu pendek mundur saja.*
Dulu, ketika ibu mengantar saya di stasiun ketika saya
masih semangat semangatnya menjadi mahasiswa baru, ibu berpesan:
“Le, jangan lupa telepon ibu ayah kalau ada apa apa.
Cerita nanti di Jogja ada apa saja. UGM isinya orang orang pintar. Selalu ingat
dua hal nak, jangan jauhi Tuhan, jangan juga lupakan keluarga.”
Setelah melanggar nasehat pertama karena saya salah gaul
dengan orang orang istridraj, saya sekarang sedang sedih juga karena ibu sedang tidak di rumah. Ibu ada di rumah eyang. Ayah entah di mana. Rumah,
kata adik saya, kosong. Adik sedang sibuk menjadi anak SMA. Berangkat pagi
pulang tidak ingat.