*Postingan berikut ini
mengandung bahaya laten memecah toleransi di Indonesia dan tidak berlebihan
jika disebut penistaan agama. Kaum sumbu pendek mundur saja.*
Dulu, ketika ibu mengantar saya di stasiun ketika saya
masih semangat semangatnya menjadi mahasiswa baru, ibu berpesan:
“Le, jangan lupa telepon ibu ayah kalau ada apa apa.
Cerita nanti di Jogja ada apa saja. UGM isinya orang orang pintar. Selalu ingat
dua hal nak, jangan jauhi Tuhan, jangan juga lupakan keluarga.”
Setelah melanggar nasehat pertama karena saya salah gaul
dengan orang orang istridraj, saya sekarang sedang sedih juga karena ibu sedang tidak di rumah. Ibu ada di rumah eyang. Ayah entah di mana. Rumah,
kata adik saya, kosong. Adik sedang sibuk menjadi anak SMA. Berangkat pagi
pulang tidak ingat.
Jika kalian cukup beruntung di-TPQ-kan waktu masih
ingusan, kalian pasti diajarkan konsep asbabun nuzul. Jadi, karena saya kiranya
juga menjadi kaum istidraj, saya mencoba punya pelir untuk mempertanyakan kata
kata Ustadz Amir yang tempo hari ketika saya cawik belum bersih selalu
saya ikuti seperti domba. Pemuka agama sekarang membawa premis premis aksioma.
Tidak berlebihan jika disebut postulat, lebih menuntut dari teorema
pitagoras.
Setelah monotheisme, politeisme sudah kuno. Ndak jaman. Bukan kepercayaan yang in. Lihat orang orang yang ngacengan itu. Lihat kempol wanita saja
ingin meniduri. Monoteisme kicks in.
Asbabun nuzul begini begitu. Agar tidak diperkosa, wanita dikrukupi. Bim
salabim, Kebutuhan manusia akan perihal transedental membantu mengkondisikan
masyarakat. Boom. Budaya berkerudung. Rate pemerkosaan turun. Sosyeti di bawah
bentuk pemerintahan kekhalifahan semakin maju karena ekonomi berjalan. Para
pelaku ekonomi sudah tidak sibuk mabuk dan menyembah batu. Semakin besar Negara
ujug ujug masuk golden age Islam. Justifikasi tindakan perang ini itu. Conquer sini situ. Meluas hingga…. Andalusia,
Spanyol jika saya tidak salah baca? Mana saya paham juga sejarah seperti itu
saya anak akuntansi. Lalu, sebagaimana sosiologi mendikte, shit’s goin’ downhill boissss. Giliran orang orang Barat. Setelah gereja
membunuh Galileo, giliran mereka menjadi pemimpin balapan. Kubu sebelah sedang
gemar meledakan diri.
Kembali ke nasehat ibu. Ibu sekarang berkerudung. Tentu,
ibu saya cantik. Kalian yang foundation makeupnya dicampur aloe vera gel pun
kalah cantik. Begitu kepercayaan Ibu. Setelah punya anak dua dan gurat
peregangan menjadi mahakarya seni kontemporer di perut ibu, ibu memutuskan
untuk menjadi family woman. Sekali
dua kali ikut dharma wanita atau PKK. Lalu, mulai darimana?
Pernahkah kalian mendengar konsep pubertas kedua lelaki?
Saya jatuh cinta umur 13 tahun. Saya sekarang hampir 20
tahun. Jika dia tidak dihamili begundal ketika saya merontokkan rambut mencari
gelar Sarjana, mungkin saya masih jatuh cinta pada wanita yang sama. Mungkin sebenarnya saya juga masih bingung.
Saat itu, saya masih bingung akan konsep Silver marriage, Golden marriage, Double
Platinum, dst dst dst. karena setelah saya jembutan, saya jatuh cinta pada
satu wanita yang sama. Namun, saya tidak pubertas dengan baik. Setelah facebook
dan whatsapp menjamur, saya paham.
Begini, kata Hotman Paris, 8 dari 10 lelaki kaya
selingkuh. Hotman Paris menganjurkan wanita yang cintanya seperti anggur –
semakin tua semakin sayang – untuk berdoa suami mereka termasuk di dua dari
sepuluh laki laki tersebut. Namun, Hotman Paris adalah praktisi hukum. Mungkin
tidak pandai menggunakan software SPSS. Praduga saya, 2 dari 10 lelaki itu
sebenarnya peluangnya sama kecilnya dengan mendapatkan Royal Flush ketika
berjudi dengan ginjal sebagai taruhanya.
Matematika berjalan, teknologi membantu, singkat cerita,
per umur kasur sudah dingin, ayah mulai melirik wanita lain. Ibu saya walau ibu
terhebat juara satu di seluruh dunia tetaplah wanita. Di masyarakat yang
menjunjung tinggi monogamy dan program KB, laki laki apalagi PNS cukup punya
istri satu. Tapi Rasulullah bukan PNS. Lagi, pun ada aturannya, ketika saya
mengaji asbabun nuzulnya, saya semakin bingung. Mungkin karena ketika saya ikut
TPQ tempo hari, saya tidak ijin orang tua sehingga ilmu yang masuk tidak
ridho. Yang jelas, Rasulullah adalah
lelaki. Glenn Fredly juga laki laki. Yang terkadang tak lepas dari godaan.
Jika saya punya kekuatan seperti di acara wawancara mahluk
di alam lain seperti di Trans 7, saya ingin mewawancarai istri (istri)
Rasullullah. Ibu saya akan saya hadirkan agar legowo jika ayah ingin menikah
lagi. Mau bagaimana lagi, jarak pernikahan itu tinggal ijin dan kelegowoan ibu
saya!
Ya tapi mau bagaimana lagi. Saya sih sudah terlanjur nyaman menjadi mayoritas. Nanti kalau saya
pindah ke agama sebelah, yang monogami dan boleh makan babi (tergantung interpretasi mereka terhadap Leviticus pasal 11 ayat 7), saya kena post power syndrome, lagi? Yang jelas ketika saya shalat, saya masih baca al Fatihah full. Masih membaca ihdinas siratal mustaqim.
No comments:
Post a Comment