Rasanya baru kemarin aku dimarahi habis habisan oleh
Ibuku karena aku, anak yang lulusan kelas akselerasi, entah bagaimana asal
usulnya, mendapat juara 25 dari 30 anak di kelas di kelas SMAnya ini. Mungkin
karena tidak semua anak akselerasi pintar. Mungkin karena aku sudah mulai bosan
dengan belajar. Atau mungkin juga karena mimpi basah.
Rasanya baru tadi pagi, premis aku juara 25 ujug ujug
menegang seperti pengantin baru menjadi juara 2 kelas. Mungkin karena aku masuk
kelas IPS, kelas yang terduga sebagian minoritas masyarakat hinakan jika anaknya
masuk ke kelas tersebut kelak. Mungkin karena aku sudah terbiasa dengan mimpi
basah. Mungkin karena anu.
Aku, manusia tersombong sebumi pertiwi ini, mengakui
kesombonganya. Suatu prinsip yang tiada masuk akal bagimu mungkin, namun
bagiku, semua orang adalah asu dengan cara mereka sendiri. Namun, kita saling
menutupi ke-asu-an itu dengan tetek bengek kemunafikan ini itu. “Memanusiakan
diri” istilah sopanya. Hanya saja, aku yang banyak dibenci orang ini, selalu
telanjang dari kemunafikan. Di sisi lain, semua kawan tahu borok borokku. Namun
ketika mereka tak sengaja tahu momen momen cemerlangku, aku dianggap manusia
sok. Bajingan ekshibitor kelas wahid. Padahal pada dasarnya aku ini apa adanya
dan cerewet. Namun siapa yang mau peduli alasan. Alasan adalah premis tiada
penting di bumi Indonesia. Walau sebenarnya aku akui aku memang sombong. Jauh
di atas rata rata orang sombong.
Aku sangat doyan merendahkan orang lain. Aku diam diam
mencibir manusia kebanyakan. Menulis cerpen tak tahu etika dan ijin manusia
tersangkut. Seperti anjing Pasar Gedhe yang tidak tahu adat istiadat.
Aku kira aku melakukan jatah scenario dari tuhan.
Menjalani peran kehidupan masing masing. Menjadi protagonist di novel masing
masing dalam satu setting yang kita sebut jagat raya. Namun, tiada aku pungkiri
tidak semua scenario itu lucu. Aku agaknya sudah menjalani beberapa scenario tidak
mengenakan, beberapanya tidak aku tulis, beberapanya tidak aku terbitkan di
blog.
Setiap karakter dalam prosa mengalami character development
– pengembangan karakter. Aku selalu mengira semua itu akan sebercanda novel
novel itu. Namun, kawan, betapa perih hatiku ketika kemarin, semua jagat social
media berkoar dengan satu pakem formulir “Aku masuk universitas anu jurusan
anu!”
Ketika aku yang suka pamer hilang dari peredaran, mereka
semua larut dalam tanda tanya. Di mana Indra yang banyak suara gerangan berada?
Aku di sini, di pojok gelap ruang kamar bersama biola dan
lantunan perih Swan Lake. Lalu aku bertanya, apakah sebenarnya, diam diam aku
ini goblok? Aku ini sebenarnya tidak pintar? Piala piala yang ada dalam
lemariku itu hanya omong kosong belaka. Juara 1,2,3 sampai harapan 3 komplit. Namun
apa hasil dalam hasil SNMPTNku? Merah. Semerah tangis darahku malam itu.
Muntab dan pisuhan memenuhi dadaku. Bisa bisanya, siswi
SMA tetangga yang jelas jelas jurusan IPA bisa murtad seenak udelnya di domain
kami, fakultas anak IPS. Sedangkan aku yang merasa pintar ini tidak diterima. Kalah
dalam kandang.
Kawan, lama sekali aku menerima kenyataan. Kakak kakak
kelas yang menanyakan kabar tiada aku jawab. Tidak ada gairah. Tetapi, ingatkah
aku dengan prinsipku bahwa semua manusia adalah protagonist dalam novel yang
berbeda? Mungkin
Tuhan tidak memperbolehkanku sombong lagi.
Aku selama ini bangga dengan aku yang aku dan sering kali
merendahkan mereka yang di sekitarku. Saat mereka plang plung masuk ke
perguruan tinggi, aku tertawa miris, Tuhan suka bercanda. Dengan punchline yang
mengiris hati dan secara simultan mendewasakan umatnya.
Ketika aku buka layar handphone dengan 200 notifikasi
entah itu LINE, Whatsap, SMS, BBM, Solar, Pertamax, aku beranikan diri untuk
menerima caci maki yang aku perlukan agar aku semakin dewasa.
Memang benar, Tuhan suka bercanda. Ratusan doa menyerbuku
yang seharusnya dilaknat ini. “Indra pintar pasti bisa!”. “Semangatlah sahabat
pojok kelasku!”. “Indra tidak diterima SNMPTN karena dianggap mampu SBMPTN!”.
Sungguh lucu perasaan ingin menangis dan tertawa secara bersamaan. Tuhan memang suka
bercanda.
Semoga
Tuhan memberikan aku yang inshaallah akan berubah ini jalan yang terbaik
untukku. Terimakasih Tuhan karena tidak melancarkan SNMPTNku. Kawan kawanku, kekasih kekasihku, pacar pacarku, sahabat sahabat pojok
kelasku dan cerita ceritanya, terimakasih doa kalian.
Indra.
No comments:
Post a Comment