“LA
Bunuh Diri Gegara Tidak Bisa Mengerjakan Soal UN”, Hatiku teriris. Pahit
lidahku. Mengecap ngerinya tindak perilaku kita kita ini hanya karena tidak
bisa mengerjakan UN. Satu hal beranak pinak, siapakah yang harus kita salahkan
?
Kawan
tentu ingat akhir akhir ini banyak kakak kakak kelas 12 yang dibuat geger
gegara Pakde Nuh mengublek soal UN seenak udelnya dengan soal soal standar
internasional. Kata Menteri, ini semua agar anak anak tidak manja. Kata anak
IPA, ini tidak adil. Kata anak IPS, *ngehe*. Kata anggota dewan, ini bukan
urusan saya. Kata dia, NAH ITU MAKSUD SAYA. Kataku, siapalah aku ini.....
Di sini
saya, anak IPS yang sepele ini, akan mencoba berunek dan silahkan renungkan ini.
Ini adalah renungan anak IPS yang kalian bilang ‘nggak pinter’ karena jika saya
tulis ‘goblog’ mungkin nanti kesanya masyarakat menjadi menganak tirikan anak
IPS. Padahal, mungkin, iya. Ah sudahlah. Kami berbeda, kami tahu, kami terima
itu semua dengan mawas diri. Tidak usah nglegani kita. Kami juga belajar
sosiologi bab stratifikasi sosial, fellas.
Jika
kalian kalian ketika di juruskan di jurang kelas sosial yang entah dari mana
asalnya ini, apakah kalian yang masuk kelas hitungan merasa hebat ? Maaf kawan,
bukanya saya mengolok kalian, tapi apa dasar anda ?
Pernah
suatu hari ketika saya memasuki jurusan IPS membaca tweet yang isinya kurang
lebih seperti ini, “Udah masuk IPS tapi masiiiiih saja nggak terima kalo berdosa
sama orang tua”. Pahit kawan, pahit. Brotowali. Mau kalian buka di kitab
manapun, tidak ayat yang menjelaskan masuk ke kelas IPS itu sebuah blasphemi.
Bukankah sebuah ironi bahwa sebenarnya kalangan yang sering menantang kuasa
tuhan adalah mereka mereka yang ‘cukup pintar’ di bidang sains ? Darwin
misalnya. Apa ? Mengecewakan orang tua ? Terserah kalian sajalah.
Tapi
kawan, apakah kalian tidak merasa terbebani ? Kalian adalah panutan kami. Kami,
para IPS, sering sekali dibanding bandingkan dengan kalian. Kami iri. Kalian
seperti anak kelas akselerasi yang selalu disunggi sunggi pihak sekolah
sedangkan kami adalah anak anak reguler yang buang air kecil saja susah karena
langka air. Boleh mereka bilang IPA dan IPS itu sama saja. Tapi kami mafhum
kawan. Sungguh mafhum.
Ketika
kalian menjadi panutan kami, ketika kalian remidi matematika, fisika, kimia,
biologi, apakah dalam hati kalian merasa malu ? Mana koar koar kalian yang
bilang “Udah masuk IPS tapi masiiiiih saja nggak terima kalo berdosa sama orang
tua” ? Iya, dunia memang tidak adil kawan. Terlalu tidak sopankah aku jika aku
mengatakan kalian overrated dan kami underrated ? Kalian adalah singa. Kami adalah hiu.
Begitulah analoginya. Setidaknya untukku sendiri.
UN
terakhir, bukankah kalian mendapati banyak yang komplain ini itu soal bleh bleh
internasional bleh bleh susah bleh bleh dyaarrr. Kalian bilang ini salahnya
menteri. Tapi, apa
yang bisa dibanggakan dari orang yang selalu memanfaatkan kesalahan orang lain
?
Aku,
kata mereka, pernah dikatakan sebagai seorang sosok yang IDEALIS. Tapi, kata
Sinung, bener durung mesti becik. Sesuatu yang benar belum tentu baik. Pernah aku
membaca kalimat itu dan tak tanggung tanggung aku emosi sendiri sampai diare
hebat. Tapi kawan, aku malu kawan, tak dibuat buat aku malu. Kalian para
idealis yang bilang 1 + 1 = 2 pasti belum pernah mengalami momen dimana 1 + 1 =
10000000. Kalian belum mengalaminya saja kawan, belum.
Jika
memang benar ini semua salah pemerintah, coba kalian putar, banting setir
paradigma kalian tentang ini semua. Kenapa kalian tidak berpikir “Aku tidak
cukup belajar, ya sudah, aku mawas diri aku pasrah UN.”. Idealis ? Sudahkah
kalian cukup layak menjadi panutan kami para IPS ? Apa, menjadi panutan kami
bukan pilihan kalian ? Terus, menurut kalian, apakah dunia ini pernah adil ? Di
belahan bumi Indonesia lain, ada paling tidak seorang murid yang bisa
mengerjakan soal soal internasional tersebut. “IH INDRA SOK NGEJUDGE BANGET SIH.
GUA YA GUA, DOI YA DOI”. Kapan Indonesia maju kalau masyarakatnya merasa dijudge ketika
dikritik uneg uneg ? :’((
Jika di
belahan bumi lain ada yang bisa mengerjakan soal internasional tersebut, kenapa
kalian tidak bisa ? Apa ? Kalian bilang gampang sekali aku ini menulis motivasi
ini itu ? Kawan, sudah aku bilang, aku ini mantan sosok idealis. Terserah saja,
ini 100% opini dari yang anak yang sepele. Kalau begitu, mana tweet “Udah masuk
IPS tapi masiiiiih saja nggak terima kalo berdosa sama orang tua” tadi ? Mana ?
Sudahkah ditelan bumi ? Kenapa kalian tidak mawas diri dan berpikir “Aku belum
cukup belajar mengerjakan soal ini” ? Ayah pernah bersabda kawan, hidup kedepanya itu
tidak sesempit 5-6 lembar kisi kisi UN.
Tweet “Udah
masuk IPS tapi masiiiiih saja nggak terima kalo berdosa sama orang tua” adalah
algojo yang siap membunuh orang tua asuhnya sendiri. Ketika anak yang kalian
cemooh ini sudah berprestasi sana sini atau bahkan parahnya mengikuti olimpiade
sains dan kalian masih sibuk remidi... Ah sudahlah. Sepertinya aku sudah cukup membuat masalah.
Kawan, ini semua hanyalah opini. Siapalah aku ini. Siapalah aku ini....
Janganlah berbangga
ketika kalian masuk jurusan IPA. Berbanggalah ketika kalian lulus dari jurusan
IPA, dengan nilai yang baik.
Janganlah
malu ketika kalian masuk jurusan IPS. Malulah ketika kalian lulus dari jurusan
IPS, dengan nilai yang masih juga, maaf kata, jelek.
Indra.
No comments:
Post a Comment