DHUAR!
Setelah
aku merinding terdengar DHUAR sekali lagi. Oh ternyata James. Kawan, aku tahu
bahwa beberapa dari kalian kaget kenapa sekarang Indra menggunakan nama James di
karyanya seperti khalayak penulis amatir pada umumnya – padahal sudah di berapa
cerpen aku mengatakan aku berbeda dari antara yang berbeda sampai beda terbeda
bedakan. James menyumet mercon, mebangunkanku dari Minggu yang malas. Begitu.
Tidak
tidak, ketampanan James tidak melebihi aku dalam arti total. Jika kalian
menilai sesuatu dari wajah, maka pengantin wanita pun rela cerai setelah semalam
dipecah hore. James bukan manusia. BUKAN! BUKAN MAHLUK HALUS. Entah mahluk
halus atau bukan, aku mencintai segalanya. Kawan, bahkan bajinganwati yang
sudah memecah belah hati ini masih aku cintai, kenapa tidak mencintai sesama
mahluk tuhan lain?
James
adalah kucing yang bisa berbicara. Jangan banyak tanya. Kucing yang bisa
berbicara bukan hanya Doraemon. Kucing kampung ini memiliki kepala manusia.
Jangan tanya, sudah aku peringatkan dua kali. Tampan setampan tampanya tampan.
Ganteng seganteng gantengnya ganteng. Namun bukan manusia utuh. Badanya berbulu
penuh penyakit paru paru, hanya saja wajahnya ganteng. Wanita mungkin lebih
suka kucing ini daripada lelaki kebanyakan. Tidaklah penting bagaimana aku
bisa bersahabat dengan mahluk ini.
“INI
SUDAH AKHIR SEPTEMBER KAMU BELUM MOSTING CERPEN SEBULAN INI!” James murka.
Aku
bermanuver, ngolet, masih dalam posisi rebahan di kasur. “Aduh, ini masih UTS.”
“KAPAN
KAMU MAU NERBITIN NOVEL KALAU UTS AJA MENGHAMBAT SEMANGATMU, CUK!”
Aku
mencari benda yang bisa menyabet kucing banyak bicara ini dari dalam kamar. Nihil.
Semakin sumuk rasanya Minggu ini.
“Kamu
tahu apa. Sosiologi sudah zonk. Itu aja aku nggak nulis cerpen. Matematika
kurang 4 soal udah direbut guru. Itu aja aku nggak nulis cerpen. Minggu ini
lagi nggak hore banget. Terakhir aku mau nerbitin novel, aku ditanyain berapa
jumlah followersku. Suruh balik kalo sudah tembus 2000, dulu aku masih 200.
Sekarang kalo aku balik mungkin standarnya udah naik jadi 4000.” Aku memutar
badan, kembali merangkul guling. Menghela napas dan asa. “Toh, mereka pembaca
cerpen cerpenku nggak banyak. Paling berapa, nggak ada 20. Aku susah publikasi
James. Aku nggak ada modal. ” Semakin badmood hariku setelah mengucap
kenyataan. “Apalah bedanya diriku dengan penulis penulis amatir di luar sana.
Aku sama levelnya dengan mereka secara de jure. Sudah minggir sana kucing
kecing. Minggu minggu gini ngapain--”
“INI
HARI RABU GEBLEK”
Indra.
No comments:
Post a Comment