Tengah
malam ketika pelacur pelacur dikejar yang berwenang mengejar, ketika jangkrik
jangkrik, denotasi dan konotasi, berkeliaran di lingkungan pengap Desa Kecil
Sekali, kulihat manusia hitam, bukan kulitnya tapi pakaianya, dikejar manusia
manusia muntab berobor obor tanganya dan berapi api matanya. Aku tak peduli,
aku tetap saja menyeruput kopi di bawah tenda wedangan. Rehab dari hidup.
Ada
manusia pembawa karung yang mungkin berisi sampah, lari terbirit birit mencari
tempat sembunyi. Apa daya Desa Kecil Sekali adalah desa yang tidak akan bisa dipetakan
tata letaknya bahkan oleh Colombus sekalipun. Akhir cerita, lelaki pembawa
karung tadi, sebut saja Bob, tertangkap dengan basah kuyup karena kubangan air
di jalanan Desa Kecil Sekali tidak jauh berbeda dengan palung marina. Namun, puji
tuhan, dalam hati Bob, karung tadi selamat dari percikan air.
Naas,
warga sudah datang dengan nafsu amarah mereka. Khas manusia manusia Indonesia
yang suka menjadi vigilante, atau
bahasa awamnya, hakim swadana. Barisan depan tampak seperti orc orc gahar dalam
buku J.R.R Tolkien, dengan garpu jerami khas tahun 1700an. Di belakangnya ada
manusia slinger dari film medieval tahun 1800an, membawa batu batu siap lempar,
membuat kepala nyeri hanya dengan melihatnya. Di barisan paling belakang ada
gerombolan manusia bak penyihir dan api yang menyala nyala di tanganya, hanya
saja ini obor.
Bob
sudah keluar dari palung desa, namun apadaya, badan sudah menggigil dingin dan otot
tak kuasa menggerakan badan. Lalu salah satu manusia raksasa tadi menginjak
perut Bob.
“Bangsat!
Apa apaan kau? Ganja? Wajahmu seperti wajah bajingan tak pernah ibadah!”
“Asu
buntung! Mau kau rusak lagi moral bangsa yang sudah rusak ini?”
“Kontol
kobong! Bajingan! Anjeng! Soal drill sosiologi! Tai anjing!”
Dan
makian terus berlanjut hingga wajah Bob tidak bisa dianggap wajah manusia.
Mengerikan bukan main.
Ketika
perkusi badan si pengedar ganja dan kaki warga sedang bergemuruh liar, salah
satu obor warga membakar karung kering tadi di luar sepengetahuan mereka. Tumpukan
cannabis membara merah. Asap putih meledak dalam sunyi. Menyeruak jalanan desa
yang becek. Orang orang terkencing kencing meninggalkan mayat pengedar ganja
tadi sendirian di tengah kobaran daun ganja satu karung. Maka, malam di Desa Kecil
Sekali itu, berlalu sangat happy. Termasuk aku yang teler dalam tenda wedangan.
Menghirup berlinting linting kebahagiaan gratis.
Baru pertama kali main kesini nih. Ini blognya khusus cerita-cerita aja ya? Keren..
ReplyDeleteSebenarnya saya sendiri juga ndak tahu apa aja isinya..... pokoknya fiksi fiksi, yg agak non fiksipun itu udah difiksi fiksikan. thx telah mampir sis. ♥
Delete