“Walau hanya fiksi dan omong kosong, Bandung Bondowoso
tidak berpikir dua kali untuk syirik, meminta bantuan laskar jin, untuk
membangun megahnya hampir seribu candi di Prambanan sana untuk kekasih yang
belum tentu ia berhasil kawini.” Elakku.
Pakde menepuk jidatnya sampai merah. “Kau tidak akan
menyetubuhi saxophone-mu, le.
Bagaimana bisa otak yang sebegitu sintingnya yang ada di dalam batok kepalamu itu
bisa mengantarkanmu masuk Universitas Gadjah Mada.”
“Bukankah itu malah menandakan bahwa otakku masih sehat,
Pakde?” aku mencoba turun dari tempat tidur. Lalu ubun ubunku kembali mengejang
seperti pengantin baru. Sakit tiada terperi aku rasakan sebelum akhirnya aku
terkapar lagi.
“Kan! Ngeyel sekali thole
satu ini. Kau terlahir dengan asma. Belum lagi, banyak pemain saxophone mati
karena selangkanganya kena hernia tapi masih nekat nyebul.”
Aku terkekeh. “Pakde-ku yang alim nan tampan,
perkenankanlah ponakanmu yang gendeng ini
menyamakan keadaan.” Aku mencoba duduk bersila di tempat tidur. “Jika aku tidak
salah baca diary Pakde yang Pakde simpan di rak perpustakaan rumah paling
belakang, Bude adalah seorang mualaf setelah jatuh cinta kepada Pakde dan pun
pada akhirnya menikah hingga sekarang hidup bahagia di kota yang romantis,
Jogjakarta ini.”
Raut muka Pakde langsung merah pertanda muntab. “Bangsat
kecil! Kenapa kau aneh aneh menjarah perpustakaan rumah?”
“Kenapa Pakde sungguh alay untuk menulis cerpen perjalanan
kisah Pakde semasa labil? Bukan itu poinya lagipula. Jika cinta bisa, maaf
kata, bisa merubah kepercayaan Bude yang
bahkan sekarang tidak ada yang bisa menyangka ia adalah seorang mualaf,
kenapa cintaku kepada musik tidak bisa melawan penyakitku?”
“Kau jauh jauh sekolah sampai Jogja malah tambah sinting!”
Pakde muntab lalu balik kanan, kalah bicara.
Memang benar aku tiada bermaksud menyetubuhi alat musik namun
memang benar bahwa pekerjaan yang paling tidak berguna di kehidupan ini adalah
menasehati orang jatuh cinta. Kau yang
membuatku begini juga, kekasih.
Semoga orangnya sadar, amin..
ReplyDeleteCc: leon