Pada bulan pertama aku memang duduk sendirian di depan meja guru tapi seiring
berjalanya waktu dan setelah insiden minggu ke 3 itu, aku pindah tempat duduk jadi
di pojok depan paling kiri kelas. Dan ya aku sudah tidak duduk sendirian lagi.
Sekarang
teman sebangku-ku adalah Aldho. Kurang lebih ia juga adalah korban pahitnya
cinta masa SMA. Bisa dibilang ia berasal dari keluarga yang berada tetapi dia
bukan tokoh utama sinetron yang ke sekolah naik motor yang kenalpotnya delapan.
Walau ia adalah tangan kanan kegiatan paskibraka, kurang lebih ia adalah tipe
lelaki yang keibuan.
Aldho memiliki ciri khas sehingga ia mudah dikenali. Ia lebih tinggi sedikit
dari ku. Kurus tapi tidak kurus kering. Ia adalah pemilik anugrah tuhan
metabolisme sungguh cepat. Seringkali aku benci dengan hidupku ketika melihat
dia lebih banyak makan dariku. Wajahnya keibuan dan yang menjadi trademarknya
adalah tanda lahir di bagian kanan kepalanya. Kira kira seperdelapan rambutnya
berwarna putih. Seperdelapan itu adalah di bagian dekat telinga walau sekarang
ia tutup tutupi dengan semir hitam. Bisa dibilang ia adalah penganut agama
Katolik yang cukup taat.
*******
Ini adalah kisah cinta yang paling tragis. Mungkin menurut kalian kisah cinta
yang paling tragis adalah ketika cinta dikhianati dan diselingkuhi. Mungkin
cerita cinta milikku yang hingga kini tak kunjung reda pahitnya masih bukan
seberapa sakitnya. Atau mungkin menurut kalian cinta yang lebih pahit dari
brotowali adalah cinta yang tak acuh, ketika salah satu insan pupus tetapi
hanya diacuhkan, tidak dicintai tapi juga tidak dibenci. Ini adalah kisah cinta
yang tragisnya bukan buatan dan tidak terperi sakitnya. Jika kalian menyebut kejadian tahun 1998 adalah
tragedy, maka kalian ingin sebut kisah cinta milik teman sebangku ini apa?
Kiranya cinta ini benihnya sudah tertanam sejak bulan ke dua tahun ajaran baru
tempo hari, dan jika tidak aku provokasi, mungkin Aldho sudah mati kanker
karena cintanya tidak tersampaikan. Tapi aku adalah pedosa karena jika bukan
karena aku, perasaan mereka tidak akan tumbuh lebih pahit dari bulan ke dua
itu. Ini adalah bulan ke 10 dan bunga ini tak layu layu. Semakin dipangkas
dahanya, semakin perkasa kambiumnya. Sekali dipotong akarnya, mati dililitnya
mereka. Dibakar bunganya, maka malah keluar kebun mawar yang berduri duri.
Cinta mereka adalah kebun tumbuhan hama yang cantik tak terperi, sakit bukan
buatan.
Perempuan peracun itu, sebut saja Bunga,nama aslinya Vonny, adalah seorang kelas
X yang baru. Tidak begitu cantik untukku, tapi mungkin di mata Aldho ia adalah
Aphrodite. Tingginya mungkin sedada Aldho. Kulitnya coklat mediteran. Ia
anggota OSIS, maka bisa dibilang ia adalah orang penting di sekolah. Ia pasti
tidak bisa memberi waktu untuk masalah remeh temeh seperti cinta cinta dan
menye menye. Tapi tidak, ia seringkali mencampakkan Aldho bukan karena Aldho
adalah masalah remeh temeh. Tentu aku tahu dari gerak geriknya mereka saling
cinta betul. Walau jauh dari serasi tapi siapalah aku untuk men-judge mereka?
Berawal dari social media. Kira kira hampir setiap malamnya mereka saling kirim
mention dan menuai benih cinta yang tidak terlihat pada waktu itu. Dan kiranya
setelah satu minggu, aku mulai ikut campur dengan cara menjodoh jodohkan mereka
seperti hal yang dilakukan anak SMA nakal pada umumnya. Dan oh Tuhan, betapa
indahnya persahabatan rasa cinta mereka. Tidak butuh kata untuk mereka saling
tahu. Tidak butuh ikatan untuk mereka saling mengisi. Malu malu bagai merpati
pada musim kawin. Indah tak terperi.
Pada bulan ketiga semuanya pecah dibanting kenyataan multikultural. Dan tuhan,
betapa merasa berdosanya diriku setelah aku sadar bahwa Bunga adalah siswi dari
kelas X MIA 6. Kalian lihat? 6! Sistem pembagian kelas sekolah kami
mengharuskan mereka yang beragama non muslim menduduki kelas dengan digit
dibelakang 1 dan 2. Kami adalah siswa XI IPS 2, yang berarti kelas kami
memiliki komposisi banyak agama berbeda. Tapi Bunga berasal dari kelas dengan digit
6 di belakang kelasnya. Cinta yang sudah ranum ini harus dibakar paksa karena
Aldho adalah penggembala domba domba Vatikan dan Bunga adalah peternak unta
unta Mekkah. Jika saja aku diam, mereka tidak harus menderita seperti ini.
Tuhan, aku berlumuran dosa.
********
Bulan
ke 10 cinta ini tumbuh, hari Kamis tepatnya. Aku yakin itu hari Kamis karena
kejadian ini terjadi ketika kami mengenakan pakaian olahraga. Jam 9 pagi waktu
itu aku ingat betul. Setelah jam pelajaran olahraga, mampir ke kantin bukanlah
hal tabu untuk dilakukan. Ketika aku mengambil dompet dari kelas, aku tidak
melihat Aldho di mana mana.
Aku
sedang berjalan sendirian ketika aku melihat keributan di depan ruang OSIS.
Saat itu OSIS sedang menangani hal hal penting sehingga harus memotong jam
pelajaran para anggotanya. Dan aku mendapati diriku melihat Aldho sudah diculik
oleh teman teman yang kelakuanya khalayak alien brengsek yang kehabisan sapi
untuk diculik. Iya, Aldho sedang meniti kakiknya melewati siksaan sakaratul maut.
Dan brengseknya, aku ikut menyiksanya di dalam ruang OSIS. Dan iya, ada Bunga
di meja komputer OSIS. Kurang ajar betul aku. Ah, anak muda.
“Baruuuuuuu kusadariiiiiiiiii”, Diva menembang. Sungguh kurang ajar. Kita
semua tahu bahwasanya menyanyikan lagu lagu milik Dewa 19 sebelum Maghrib
datang itu benar sungguh tidak baik untuk perasaan.
“Cintaku bertepuk sebelah tanggaaaaaan”, tapi aku ikut saja. Brengsek sekali.
“KAU BUAT REMUKKKK”, Niko menyaut. Kami adalah segerombolan laki laki yang
memiliki suara bass tapi memaksan diri bermain tenor seperti Once Mekel yang
akibatnya terdengar seperti kucing dilindas trek.
Setelah lagu Pupus selesai kami memberi bridge orasi.
“Bagaimana Dho? Kamu lakik tidak? Ini Bunga sudah tidak sabar menunggu kata
cinta kau. Bisa bisa dia punya pacar duluan barulah kamu menjadi orang
ketiganya.”, Diva menyulut api.
“Mwahahahahahaha”, sebenarnya aku hanya ingin tertawa kasual tapi entah kenapa
tawa yang keluar benar jauh dari batas manusiawi.
“Sudahlah, kita tidak saling cinta. Benar, tidak bohong.” Aldho berbohong.
“Oh tidak saling cinta?”, kali ini Agung.
“AKU BISA MEMBUAT KAMU”, Niko meniup arang arang. Ini adalah tembang Risalah
Hati yang liriknya tidak kalah kurang ajar pahitnya.
Semakin brengsek ketika anggota OSIS ikut membakar arang arang ini. “JATUH
CINTA KEPADAKU MESKI KAU TAK CINTAAA”. Semakin pecah suaranya. Semakin panas
suasanya. Wajah Bunga semakin merah marah bagai tomat.
“SUDAHHHHHH”, Aldho muntab.
“YA SUDAH TAPI KALIAN HARUS BERPEGANG TANGAN DULU”, Gunung Kelud meletus lagi.
Bunga yang sedari tadi malu malu kucing ikut muntab. Tapi muntabnya lucu,
karena Bunga menjulurkan tangan kearah Aldho.
“WWOOOOOWWWWW”.
Ketika Aldho berjabat tangan, waktu seakan berhenti. Aku adalah saksi
perhentian waktu itu. Ada pahit dan manis ditiap tempelan sel kulit yang bukan
mukrimnya itu. Malaikat Jibril kiranya datang menjadi saksi insan yang terpisah
kepercayaan ini. Ketika waktu berjalan lagi, euphoria pecah di ruang OSIS,
wajah Aldho dan Bunga menghitam merah. Tapi bisa kulihat kebun mawar semakin
menjadi jadi merahnya.
*******
Sesungguhnya kawan, bukanlah diputuskan yang paling pahit. Diputuskan adalah
siklus mutlak cinta. Semakin banyak anda mengalami putus cinta, anda harusnya
semakin bahagia karena semakin banyak anda mengalami putus cinta, semakin dekat
anda dengan jodoh asli anda.
Friendzone? Friendzone hanyalah alasan untuk mereka para lelaki yang tidak
cukup berani menyatakan rasa cintanya saat si sahabat masih dalam keadaan menunggu.
Dan ketika sahabat mulai terlalu lelah menunggu, anda menganggap sahabat anda
adalah wanita jalang paling jalang yang pernah dilahirkan di muka bumi. Friendzone bukan
kisah cinta tragis, tapi hanya kebodohan dan kelambatan reaksi yang mengkambing
hitamkan cinta.
Cinta tak acuh memang menyakitkan. Cinta anda nyata, tapi kekanak dan ketidak
etisan anda dalam mencari perhatian adalah tembok cinanya. Apa yang anda dapat
dari melempari tembok cina dengan bola lumpur? Tembok itu akan tetap gagah,
begitu juga hati para pujaan kalian yang risih dengan cara kalian caper. Mereka
tidak punya waktu untuk menggagas kecaperan kalian yang tidak penting sama
sekali itu. Cinta tak acuh kurang lebihnya gampang dirobohkan dengan sedikit
instropeksi.
Tapi tuhan, betapa menyakitkanya cinta jarak jauh ini. Bukan cinta beda negara
lah yang sakit. Apalagi hanya beda kota. Cinta yang benar sejati sakitnya adalah cinta yang berbeda
rumah ibadah. Ketika cinta begitu abadi. Ketika cinta tak bisa
dipangkas lagi. Ketika cinta begitu khusyuk. Ketika cinta begitu tukmaninah.
Semua tidak bisa disatukan lagi. Benar sakit. Sakit tak terperi. Sakit bukan
buatan.
Tuhan, jika padang mahsyar dan purgatori benar adanya, maka ikatlah mereka dalam
kesatuan abadi.
Indra.
No comments:
Post a Comment