Jika
kalian pikir ini adalah kisah yang mengisahkan aku menghamili anak orang, maka
silahkan pencet ctrl + w jika lewat komputer dan tombol decline jika anda
menggunakan handphone. Kisah ini tidak unsur sex dan gravure. Kisah ini adalah
kisah aku menjadi ayah untuk anak anakku. Keluarga kecil klub bahasa
Inggris.
*******
Semester
pertama semasa kelas X aku membuang waktu di aktivitas yang untukku tidak
produktif. Jangan paksa aku menulis apa yang aku lakukan karena tidaklah etis
dan akan menyinggung banyak orang. Singkat cerita aku adalah remaja yang ‘buta
arah’. Aku tidak menemukan passion apa apa. Memang setelah semester satu aku
mendapatkan passion bermusik dan memasuki klub keroncong tetapi klub keroncong
memiliki ‘Ibu’ sendiri. Ini kisah tentang keluarga kecil yang hampir mati anak
anaknya.
Bukan
sombong tapi aku fluent Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris sejak umur 5/6. Tiga
jika kalian memasukan Bahasa Jawa.
Eksistensi
klub bahasa Inggris di sekolahku kiranya 2 tahun ini seperti penerjun payung
yang terbang bebas dan tidak memiliki keinginan menarik parasut mereka. Bahkan
terancam bubar. Ketika itulah seorang teman karena sahabat terlalu berlebihan
bernama Dyah mengajakku membangun
klub Bahasa Inggris.
Tuhan,
memang sebenarnya grup ini bersifat club tapi aku memiliki ekspektasi ini
adalah forum forum yang maha besar. Hanya ada 5 kakak kelas dan 5 adik kelas, 6
termasuk aku. 10 orang kupikir terlalu sedikit. Jelas eksistensi grup ini
terancam bubar. Bukan karena anggota sebenarnya, tapi bisa dibilang keluarga
ini vakum prestasi.
Guru
guru bilang klub ini adalah kuda hitam prestasi semasa tahun 2008/2009. Walau
tidak sedikit guru juga yang mengatakan setelah tahun 2010 kuda ini mengalami
impotensi. Banyak hujatan yang diterima ‘Ibu’. Bahkan dari kalangan generasiku
banyak yang bilang ia tidak pecus ini itu. Atau yang paling parah “Loh ? Klub
Bahasa Inggris belum bubar ?”. Sekarang ia hanyalah teman yang pernah ku kenal.
Ini
bukan salah Ibu. Ibu sudah melatih kami untuk debat, pidato, menulis ini itu. Apakah
dihitung salah jika kami menyalahkan kota kami gegara tidak pernah
menyelanggarakan lomba berbau linguistik bahasa Inggris semasa itu ? Tuhan, itu
benar benar masa krisis, di mana kegiatan saja entah ada atau tidak. Mungkin
jika aku tidak menggenapi mereka menjadi 10 anggota, sekarang keluarga kecil
ini hanyalah sejarah yang punah bersama tetek bengek jaman jaman yang
berakhiran ikum ikum.
*******
Ah,
masa MOS. Ini adalah masa ketika di mana ekskul menunjukan gigi mereka, sombong
kemelinthi memamerkan ini itu. Keroncong menunjukan bass cello cuk cak biola
gitar mereka bleh. Pramuka mendirikan tenda. TaeKwondo,Gulat,Pencak Silat bag
bug di aula. Paskibra berbaris gebrag sepatu. Majalah pamer foto dan artikel.
Kami senyum manis jika terlalu kasar bila dibilang cengengesan.
*******
Tidak
ada yang datang. Antusiasme nihil. Dan yang paling menyusahkan adalah jika ini
sudah masa MOS, Ibu kami sudah harus mengakhiri masa jabatanya. Berarti harus
ada regenerasi. Tuhan, ingin kupecah kepala ini biar ramai sekalian. Aku
frustasi betul. Aku juga akan dikambing hitamkan pihak sekolah yang tidak tahu
apa apa asal usul kenapa klub Bahasa Inggris ini diambang kematian. Pak Kris
sebagai pembimbing kiranya sudah menumbuhkan beberapa uban di umurnya yang baru
di awal 30an hanya gegara memikirkan nasib keluarga kecil ini. Aku terkulai
lemas.
Aku
terkulai lemas karena Ibu dan Ayahku menunjuk aku sebagai kepala keluarga yang
baru. Semakin menjadi stressku waktu itu. Aku tidak punya modal. Kami tidak
diberi koneksi untuk membeli dan membangun modal. LALU KALIAN SEMUA INGIN APA ?
Aku menjadi ketua karena aku adalah hanya satu satunya laki laki. Yustinus
singgah karena aku tahu PMR mengharuskan para seniornya menghadapi soal bla bla
bla bla yang banyak menyita waktu. Walau bisa dibilang Dyah dan Mirtha lebih
pintar dari aku, tapi Dyah memiliki rohis dan mobilitasnya tidak terlalu lancar
dan Mirtha adalah anggota OSIS. Aku menjedorkan kepalaku ke pintu sayang tidak
mati mati. Aku menyileti tanganku tapi darah tak kunjung habis. Ah, aku terlalu
hiperbolis lagi. Setidaknya kami mendapatkan pengganti Yustinus yang kebetulan
adalah Ibu dari Keroncong. Impas.
*******
Semester
pertama, kami, ya ampun, mendapatkan undangan Student Camp. Shit was so cash.
Aku, Mirtha dan Anin, si Ibu Keroncong, kiranya bisa membawa Solo mendapatkan
nomor 6 karena jika disebut 5th runner up kita terlihat terlalu
mencoba melebih lebihkan. Setidaknya tidak seburuk yang kita kira untuk orang
yang pertama kali mencoba.
Tetapi Tuhan, orang yang bangga
dengan apa yang sudah mereka perjuangkan adalah orang yang kalah. Kesalahan
jika kami bangga hanya dengan nomor 6. Walau sering menuang kontroversi, ini
adalah dalil yang mencambukku jika mengikuti lomba : Kata kata “Tidak apa apa belum dapat
kesempatan, kita masih dapat pengalaman.” adalah alasan bagi mereka yang kalah.
“Kalian lomba untuk menang, bukan mencari pengalaman.” Aku belum
puas. Kami belum menjadi orang tua yang baik untuk junior kami. Aku tersesat
dan bingung. Kesempatanku satu satunya selama 3 tahun ini untuk menafkahi
keluargaku, sirna.
*******
Semester
dua, ANJING, SEMUA TERJADI BEGITU CEPAT. Aku desperate mencari lomba ini itu.
NIHIL. Kepalaku tidak cepat cepat pecah. Mataku tidak kunjung menangis darah.
Tapi ini sudah diambang kebisahanku. Apa mungkin aku hanya menafkahi anak
anakku dengan 5th runner up tadi ? TIDAK. JANGAN. Walau itu ajang
berbau provinsi tapi ya ampun, nomor 6 ? Aku adalah ayah yang problematic.
Lebih buruk dari ayah ayah pecandu alkohol. Pecandu alkohol memang tidak bisa
apa apa pada umumnya. Tapi, yang lebih buruk dari mereka yang tidak bisa apa apa adalah
mereka yang memiliki potensi tetapi tidak bisa menggunakanya. AKU
ADALAH ORANG YANG LEBIH BURUK ITU.
*******
Tuhan
masih mencintaiku. Salah satu sekolah perhotelan di kotaku mengadakan event
lomba pidato dan menyanyi dalam rangka ulang tahunya yang ke 14. DI AMBANG
WAKTUKU YANG HAMPIR PENSIUN. INI MENCAMBUK DIRIKU BENAR BENAR UNTUK MENANG.
Akhir
Januari, dengan bimbingan Pak Kris dan Ibu Padmi, aku mengadu nasib untuk yang
terakhir kalinya. Jika tidak, TIDAK. Aku tidak tidur semalaman. Matilah aku.
DAN
HOLYSHIT. Aku bertemu dengan musuh bebuyutanku di ajang bahasa Inggris, YANG
SEJAK SMP SELALU MENDAPATKAN PERINGKAT PERTAMA. Pernah ketika aku mendapatkan
tempat ke tempat yang berkahiran dengan belas yang tidak penting itu, ia
mendapatkan peringkat pertama. Matilah aku untuk kedua kalinya.
Aku
ingat betul aku berpidato tentang “Hospitality Industry”. Tuhan benar masih
mencintaiku. Semua berjalan lebih mulus dari paha Cherrybelle. Jangan tanya
gadis cina freak posisi pertama tadi. Jelas semulus bibir Angelina Jollie.
Tuhan
mencintai semua insanya dengan adil. SEMUANYA TIDAK KALAH HEBAT. DAN INI ADALAH
PENGUMUMAN MENUJU BABAK FINAL. Aku mengucurkan keringat dingin. Aku tidak bisa
merasakan kaki kakiku. Mataku panas ingin menangis. Teriakan teriakan muntab
tersangkut di tenggorokan. Ketika nama pertama disebutkan, IYA GADIS CINA FREAK
POSISI PERTAMA TADI. Terkencing kencing sudah aku. Akan ada 3 nama yang
disebut. Nama satu sudah dibooking bleh bleh. Ketika nama kedua disebutkan,
blablablabla dari SMA kota sebelah. Ingin sekali aku membanting pembawa acara
dan memajang kepalanya di kamarku. Ini benar sudah melewati kesabaran yang
manusiawi. Aku mulai bergidik seperti ini. Mungkin aku sudah mengidap penyakit
gila. Dan ketika nama ketiga akan dibacakan, YA AMPUN SEPERTI SINETRON, TIDAK
KURANG TIDAK LEBIH, INDRA ATMAJA. Langit biru tidak pernah lebih indah dari
ini.
Ya
ampun, babak final. Seingatku aku tidak pernah tembus 10 besar setelah Student
Camp itu. Tapi, kuulang, ini BABAK FINAL. Ya ampun tuhan, ku ulang sekali lagi
BABAK FINAAAAAAALL. Kembang kempis jantungku. Tapi setelah melihat urutan
performku adalah yang pertama, jantungku meledak dan akhirnya aku terkulai
anemia.
Di
pidato ini, aku berpidato tentang makanan botok. Aku berusaha sediare diarenya
diriku mempromosikan botok agar bisa dimakan khalayak umum luas. Aku mengaji
gizi dan menjadi munafik karena berdalil vitamin ini itu yang jelas bukan mata
pelajaran IPS. Tapi mereka semua juga tidak tahu aku bodohi. Seusai pidato
kiranya ada yang lengket lengket di celana dalamku.
Hari
berikutnya adalah pengumuman. Jika aku sudah masuk final, sejeleknya aku
mendapatkan nomor ke3.
Jelas
yang nomor satu adalah gadis cina itu tadi. Aku tidak banyak komplen. Oncomnya
terlihat lebih enak dari bothokku. Tuhan kali ini lebih bermurah hati karena
aku mendapatkan posisi dua.
Kawan, kalian
tidak akan bisa merasakan euforia menghidupi lagi keluarga yang sudah mati 3
tahun dan memberi anak anakku gizi juara dua sekaresidenan. Kini keluargaku berjumlah
11 komrad.
Aku
mencintai keluarga ini seperti aku benar benar ayah walau tanpa istri yang sah.
Indra.
No comments:
Post a Comment