Aku
kurang lebihnya adalah murid SMA biasa, yang memiliki kehidupan cenderung
biasa, berasal dari keluarga yang biasa. Ketika aku lahir, Rabu Kliwon akhir
bulan Juli, kata Ibu, hujan deras sedang muntab di kota dan peristiwa ini
adalah tersangka atas namaku Indra. Dari kota mana aku berasal kurasa tidak
terlalu penting untuk dibahas.
Diriku
jauh dari tampan tapi terlalu berlebihan jika dikatakan buruk rupa. Tidak,
wajahku bukan di titik equilibrium antara titik maksimal ketampanan dan titik
nihil wajah jelek. Kiranya aku sedikit di bawah titik tengah tengah tadi toh
kalian juga hanya membaca. Urusan wajah hanyalah urusan remeh temeh. Bayangkan
saja wajahku tipikal laki laki Jawa Tengah-an, coklat sawo matang cenderung
gelap -karena saya ke sekolah naik sepeda, hanya tingkat kegantenganya diminus
sedikit.
Badan
besar dan berkulit kencang dan sedikit koleksi lemak dan bahan bahan bahaya
lainya di perut. Tidak, penyakit asmaku bukan dari pola hidup toh makanku tidak
seperti yang kalian duga. Porsi makanku sedikit lebih banyak memang tapi kiranya ketika
sebelum aku memasuki rahim Ibu aku lupa mengambil jatah metabolisme dari tuhan
sehingga bisa dibilang lemak tadi bukan benar benar lemak dan juga kalimat ini
tidak etis jika dilanjutkan lagi. Dan
lebih tidak etis jika aku menuliskan berat badanku. Tidak, tidak seekstrim itu.
Walau gembrot kiranya aku masih memiliki stamina yang di atas rata rata.
Berkontradiksi dengan asmaku yang sering kambuh jika kedinginan memang.
Mereka bilang aku pintar, tapi mbeling. Aku tidak akan menuliskan tetek
bengek IQ. Kiranya aku tipe orang yang kurang percaya system IQ blablabla. Jika
IQ adalah patokan yang signifikan, maka dengan quantitas yang aku miliki mungkin
aku sudah memecah misteri misteri Andromeda, Jagat Raya, Blackhole yada yada
yada dan semua diksi astronomi lainya. Pada nyatanya siapalah aku ini. Bukan orang
berpengaruh, orang yang keberedaanya tidak akan digubris media.
Masalah kaya atau tidak itu
sepertinya juga hal yang tidak penting untuk hidup kalian. Mungkin juga paragraph
ini tidak penting. Jadi bagi kalian yang sensitive jika membaca hal hal yang
berbau kelas sosial ekonomi maka langsung saja ke paragraph di bawah. Singkat
saja barang barang materialistic yang kiranya adalah bagian hidupku adalah
laptop yang cukup nyaman untuk dipakai, handphone Nokia yang baru saja qwerty,
sepeda yang jenisnya biasa digunakan mereka mereka karena aku tidak terlalu tahu
detail sepedaku, 3 gitar – 2 nilon, 1 string, gitar kecil cuk, gitar kecil cak dan biola.
Singkat
cerita aku adalah, kata mereka mereka yang tidak terlalu kenal aku, anak
pintar yang menduduki kursi IPS yang hidup di titik marginal antar kedua
jurusan IPA IPS. Hujatan stratifikasi yang kucerna hampir tiap harinya adalah
cambuk yang membuatku bergairah untuk mengubah pernyataan paragraf satu. Ah
Masyarakat.
Kalian
percaya atau tidak itu urusan kalian. Aku bukan tipe orang yang memaksa
kepercayaan. Ini adalah cerita cerita dari kelas paling pojok di lantai dua
gedung sekolah yang ditulis di pojok kelas.
Selamat menikmati.
Indra.
No comments:
Post a Comment