Ah,
cinta dan romansa masa SMA memang tidak ada habisnya. Dari beda agama, beda
rasa sampai beda kasta.
Di sini
aku adalah aku yang lain. Di sini aku adalah aku yang berada di belahan bumi
lain. Aku di sini adalah aku yang lelaki kurus jangkung kering berpipi tirus,
bedakan aku dengan bajingan gembrot yang berisik banyak bacot di pojok kelas
itu. Aku di sini adalah pendiam. Aku di sini adalah pecinta.
*******
Aku
mengenalnya sejak SD. Dia adalah seorang sahabat. Dia adalah sahabat yang
ideal. Di mana dia berada aku ada. Mulai dari remeh temeh seperti makan sampai
yang penting bukan main seperti contek mencontek dia selalu ada membantuku.
Bahkan karena kita adalah laki laki yang agaknya seperti pada umumnya, jika dia
sedang bergelut, aku tentu langsung ikut menghajar laki laki yang suka usil
itu. Banyak yang mengira kami sepupu, tapi pada nyatanya kami hanya sepasang
sahabat sejati.
SMA ini
kami tidak sekelas lagi. Ia tumbuh menjadi murid IPS pada umumnya. Berandal dan
garang.
Aku agaknya menjadi golongan yang
sedikit melambai. Bukan melambai, lemah lembut lebih tepatnya. Aku tidak suka
rokok dan motor motor. Aku lebih suka menulis dan membaca. Aku aneh.
Kami tidak lagi akrab. Ia
mempunyai dunia sendiri. Jika pulang sekolah aku berada di perpustakaan, ia
akan kongko kongko di tempat parkir. Kami mulai berbeda.
*******
Senin itu jam kosong. Sealim
alimnya aku, aku juga bisa lapar. Jam terakhir itu aku beranikan diriku untuk
kantin. Tentu aku takut. Bisa saja aku kegep guru guru BK. Atau dalam kasus
terburuknya guru agama.
Aku sendirian. Tentu, kelasku
sudah pulang semua. Mereka memang nakal.
Di kantin aku melihat dia lagi.
Aku mau menyapanya sebagai basa basi. Saat kurang beberapa meter sebelum aku
menyapa, ya ampun, dia membawa kaum hawa untuk menyuapinya.
Aku mulai benar benar merasa aneh.
Aku merasa ada yang menganggu jiwaku. Dulu sewaktu SD aku adalah yang
menemaninya makan walau tidak sampai menyuapinya. Tapi ini benar mengangguku.
Atau lebih tepatnya sedikit merasa kalah karena teman karibku kini sudah punya
apa yang mereka sebut kekasih. Aku masih saja bercumbu dengan novel dan
bolpoin. Aku merasa gagal.
Aku tidak jadi berbasa basi toh dia juga
tidak sadar aku ada di situ makan.Dia sibuk bermesra canda.
********
Kamis
itu pelajaran musik. Saat aku hendak ke ruang musik dengan sangu gitar dan biola,
aku melihatnya bergenjreng ria, bercanda imut dengan wanita itu lagi. Aku
semakin merasa terpuruk.
Ia yang hanya bisa kunci C Am G
Dm di tiga fret awal bisa bisanya cinta cintaan dengan perempuan. Jangankan Bm,
F saja masih memble. Gitaranya kelas teri.
Sedangkan aku ? Yang gitarnya
menganut aliran fingerstyle, wanita wanita pun hanya sebatas menggemariku.
Tidak ada rasa tertarik bleh bleh bleh kujadikan apalah itu. Biola ? Sexy mati.
Tapi apa ? Aku iri.
Aku tidak begitu mafhum apa yang
sedang ditembangkanya. Aku melewatinya dengan bermain intro Perahu Kertas.
Sedikit kukeraskan petikan. Bassnya kubanting menantang cakrawala, untung saja
tidak putus. Ia mengetahui keberadaanku. Dia hentikan permainan gitaranya yang
maha pemula itu. Dia melototiku. Aku tak acuh. Aku melengkungkan senyum puas.
Bajingan sekali aku.
********
Malamnya, aku iseng lagi membuka lagi social media yang sudah sekian lama tidak ada kabarnya. Seperti sinetron, aku bertemu dia lagi.
Dia menye menye status sok mesra. Aku bangga dia tidak menggunakan kaedah galau
yang benar dalam berstatus ria. Aku bangga karena aku jauh lebih baik darinya
dalam hal menulis. Aku adalah raja literatur. Aku adalah dewa sastra tulis.
Dengan rasa yang biasa dibilang
sombong oleh masyarakat, aku menulis status yang tidak bisa dibilang biasa
mesranya. Ini status status nomensen seperti yang remaja sering lakukan. Tidak
semainstream dan semenye mereka tentunya. Galau dengan kelas. Galau yang elegan
jika kata Raisa.
Benar saja, ia balas status no mensen
juga. Tapi agaknya ia murka betul terhadapku. “Sombong itu nol besar”, begitu
isi statusnya. HAH ! Dia kira aku akan bergidik. Nol besar untuknya.
Kami perang status no mensen. Benar
panas. Rentetan like memasuki notif tapi peduli setan dengan jempol biru itu.
Aku menang. Entah dia kalah atau
tertidur atau malah bosan membalas. Aku menang. Itu sudah cukup. Aku menang.
*******
Kawan, aku mengidap penyakit
moral di mana merasa terganggu ketika melihat orang lain pacaran. Atau kira
kira begitulah kenyataanya karena aku tidak menganggap aku salah. Aku keras
kepala betul. Tak tanggung tanggung jika aku mencari masalah.
******
Benar saja aku mendapat masalah.
Rabunya pada istirahat pertama dilabrak diriku. Beruntunglah diriku dia hanya
sendirian.
“Maksudmu itu apa ?”, nadanya
masih lembut. Masih.
“Ah, berisik.”, aku menyulut
sumbu.
“Kamu iri ?”, mulai marah dia.
Bomnya meledak.
Aku diam tapi jika aku pasang
foto bagaimana mimik mukaku untuk menanggapinya bisa bisa laptop atau handphone
kalian akan kalian banting saking muntabnya.
“KAMU NANTANG ?”, dia murka.
Kawan, kiranya aku seidikit takut dibuatnya.
“Ah, perasaanmu saja”. Tapi aku
masih bisa kurang ajar.
Dia benar muntab. Aku
disungkurkan agak keras sampai jatuh. Untungnya aku jatuh pantat duluan
tetapi mataku sedikit rabun dibuatnya. Aku panik.
“JADI KAMU DIAM DIAM CINTA SAMA
KEMBANG ?”.
Oh jadi namanya Kembang, pikirku.
Aku diam. Aku takut. Aku lari dari kelas langsung ke kantin. Untung saja dia
tidak mengikutiku. Aku kalut betul. Seantero kelas lain melihati aku lari dari kelas dengan muka ketakutan.
********
Malamnya aku resah dan gelisah.
Aku mulai sadar dan menanyakan apa sebenarnya maksud aku menyulut sumbu bom
ini. Kembang juga agaknya tidak cantik. Dia hanya berkulit putih bersih. Banyak
penggemarku jauh lebih cantik dari Kembang.
Malam itu adalah malam terlama
dalam hidupku. Satu menit serasa satu millenium. Ini semua karena jika semua
premis premis ini dikumpulkan bisa ditarik kesimpulan yang tidak enak kudengar
tapi kurasa benar adanya. Aku membanting otak. Aku galau. Aku bingung. Aku tersesat.
Lebih tepatnya, aku hina.
Kawan, yang bisa melihat itu mata, bukan cinta.
Kawan, dosa itu hanya ada di agama, bukan di cinta. Kawan, cinta itu tidak
rasis, cinta itu tidak membeda bedakan. Kawan, jika cinta pakai logika itu namanya
matematika.
Dengan kuat hati walau sedikit
retak aku mafhum sekarang. Aku tahu detail detailnya. Kenapa setelah SMA ini
aku sedikit temperamental. Aku mafhum kenapa setiap dia bersama kaum hawa aku
ingin membunuh lonthe lonthe itu. Aku paham kenapa aku tidak tertarik terhadap
penggemar penggemarku yang biasa dibilang cantik oleh orang orang itu. Aku
mengerti mati kenapa aku berubah sikap terhadapnya setelah dia memiliki apa
yang dia sebut dengan kekasih itu. Aku cemburu. Aku cinta dia.
*******
Sepulang sekolah esok harinya aku
berharap bisa meminta maaf kepadanya di parkiran sekolah. Parkiran waktu itu seketika
kosong. Beruntung sekali. Tapi tetap, kakiku berat ketika kulangkahkan.
Atmosfirnya begitu membenciku walau tidak ada siapa siapa kecuali dia.
“Mana Kembang ?”, aku mencoba
membuka pembicaraan ketika dia sedang sibuk dengan bagasi motornya.
Dia hanya diam, mengambil helm
dari bagasi motor, lalu membanting keras jok motor.
“Mau apalagi ?”, dibentak diriku.
Aku diam.
“Kembang tidak masuk sekolah.” Dia
dingin sekali sekarang. Mataku panas ingin menangis. Aku rindu suara jenakanya.
“Mau apa kau dengan Kembang ?”. Sepertinya itu keluar lebih lembut dari
tenggorokanya. Aku tahu sebenarnya dia ingin menghardikku. Aku semakin lemas.
Kakiku ingin aku terkulai di sini juga.
“Aku mau minta maaf kepadamu.” Aku
mencoba setenang mungkin. Tapi ketika keluar dari mulut, semuanya menjadi
sedikit kaku.
“Tidak perlu.” Dia melengos. Ini
hanya basa basi remeh temeh baginya. Dia balik kanan membelakangiku. Aku ingin
berteriak sekeras kerasnya.
Aku panggil namanya dengan keras
seperti membentak. Entah apa yang menggerakan kakiku, kukecup pipinya tepat
saat dia memalingkan muka. Aku memang menangis. Pipiku dan hidungku pasti
memerah. Dengan isakan rasa bersalah aku menangiskan kata maaf. Seribu kali
maaf.
Aku tahu ini salah. Tapi kenapa
Tuhan begitu benci kepadaku sehingga aku harus mencintainya ? Kenapa ? Ini
semua tidak adil. Semakin tidak adil karena dia tidak mencintaiku balik. Aku
aneh. Aku goblog. Aku bodoh. Aku berlumuran dosa.
Aku balik kanan pergi lari meninggalkanya
yang membeku.
Indra.
Jadi kamu sebernya kamu cinta kembang atau sahabatmu itu?
ReplyDelete