Wednesday, June 22, 2016

Cerita Pojok Kelas Goes To Jogja






Angin malam pada dini hari
Angin malam menari indah sekali
Angin malam sedang cantik tak terperi
Ketahuilan, kawan, kami jauh dari suci

Pernah pada suatu dini hari yg tidak hore di bulan Ramadhan saya menyusuri Jalan Gejayan dan Jalan Sudirman. Di pagi yang terlalu pagi itu saya baru menyadari bahwa di sepanjang jalan, di emperan emperan toko yg tidak berlebihan jika saya katakan berbau sengak, masih banyak para tunawisma tidur dengan selimut yg tidak kalah sengak baunya. Lalu, kenapa jalanan benar benar sepi? Kawan, saya bukanlah seorang aktivis rumah ibadah. Namun, saya bertanya dalam hati,

"kenapa tidak ada para hamba Allah yg biasanya pagi pagi bagi bagi sahur di sepanjang jalan jalan ini? Sedangkan saya melihat berbagai bentuk publikasi sahur on the road di media sosial sampai sampai bosan jari ini menscroll, mencari konten yg bukan tentang sahur on the - OH! Sahur sahur on the road sering dilaksanakan di sepanjang daerah daerah yang ikonik seperti Jalan Malioboro, Daerah Tugu Jogja dsb dsb dsb (dan saya bingung)."

Lalu, apakah mereka tidak tahu, tunawisma tidak hidup di tempat ikonik Jogja saja? Dengan berbagai ijin Tuhan, saya dipertemukan dengan rekan rekan mahasiswa yang sama pedulinya dengan isu ini - dan jika tidak dimulai dari diri sendiri, bagaimana orang lain peduli (atau setidaknya tahu) tentang tunawisma yang terlantar jauh dari lokasi favorit para pembagi sahur?

*************

Dengan berkah Tuhan, kelompok ini, pada tanggal 22 Juni 2016 sekitar pukul setengah 3 pagi, diperbolehkan berbagi sahur di jalan jalan tadi.

Kami bagaikan kelompok yang memiliki jalan jalan tadi saking sepinya. Para tukang sampah, tukang becak, gelandangan, mengucap terima kasih yang tiada terperi tulus - saking tulusnya, saya tidak sanggup melepas helm agar tidak terlihat saya sebagai satu2nya anggota laki laki di kelompok ini harus meneteskan air mata.

Di emperan depan Lippo Mall, kelompok saya membagikan sahur kepada gelandangan yang ternyata bersama anak perempuan. Ia menyeletuk, "Wehhh, mas mbak e apikan bgt ya, buk" (Wah, kakak kakaknya baik sekali ya, ibu.) lalu dengan mata bulatnya yg kabur jernihnya karena remang lampu jalanan pagi hari, ia melambaikan tanganya ke gerombolan kami serambi kami melanjutkan perjalanan.

REMUK, KAWAN, REMUK!!! Di depan Lippo Mall yang bukan main megahnya masih ada rakyat tunawisma, ya ampun, anak kecil perempuan yg tidur berbantal karung yg dari baunya seperti berisi sampah.

Di mana cinta? Sudahkah ia mati? Meninggalkan umat manusia untuk dicaci?

Kawan, sahabat, kekasih, kalian semua, semoga dengan social project dari kelompok kami ini kalian semua sadar bahwa masih ada tunawisma di daerah yang kurang ikonik di Jogja ini.


"Kita adalah sisa sisa keikhlasan."
#PALAPAPeduli