Friday, April 25, 2014

Bukan Cinta Picisan


                Ah, cinta dan romansa masa SMA memang tidak ada habisnya. Dari beda agama, beda rasa sampai beda kasta.
                Di sini aku adalah aku yang lain. Di sini aku adalah aku yang berada di belahan bumi lain. Aku di sini adalah aku yang lelaki kurus jangkung kering berpipi tirus, bedakan aku dengan bajingan gembrot yang berisik banyak bacot di pojok kelas itu. Aku di sini adalah pendiam. Aku di sini adalah pecinta.

Wednesday, April 23, 2014

Musim Dingin


                Memang mereka berbeda agama. Bukan hanya Aldho dan Bunga yang memiliki cinta yang berakhir tragis. Tapi memang cinta milik Aldho dan Bunga adalah yang paling tragis. Tapi bukan hanya mereka yang berakhir dengan tangis.
                Roy dan Winda bertemu di musim panas di bulan Juli. Bukan, kami hidup di Indonesia, kami tidak menganut empat musim, musim panas adalah metaphora. Kenapa musim panas ? Mereka mengenal perbedaan anutan sejak awal, tetapi masa bodohlah. Sungguh optimis bagai musim panas.
                Kiranya ini tidak begitu tragis. Ini hanyalah kisah klasik friendzone. Kehancuran sepasang sahabat pria wanita karena si wanita terlalu lelah menunggu yang berakhir si wanita punya pacar sendiri bleh bleh bleh. Atau mungkin begitulah garis besarnya. Tangis sudah menguap sebelum mengalir lembut di pipi mereka sehingga memang tidak ada air mata jatuh. Secara teknik betul. Tetapi luka tidak mengembang bersama tangis.

Tuesday, April 22, 2014

Menjadi Ayah


                Jika kalian pikir ini adalah kisah yang mengisahkan aku menghamili anak orang, maka silahkan pencet ctrl + w jika lewat komputer dan tombol decline jika anda menggunakan handphone. Kisah ini tidak unsur sex dan gravure. Kisah ini adalah kisah aku menjadi ayah untuk anak anakku. Keluarga kecil klub bahasa Inggris.

Surat dari Patriot Lingkungan





                Para patriot bumi (baca : pengendara sepeda) memang belum terurus keberadaanya di bumi Indonesia yang katanya kita cintai ini. Bullshitlah jika kalian bilang tidak. Aku tidak akan bilang ini itu tetek bengek efek rumah kaca. Itu jelas bukan pelajaran IPS. Aku mungkin akan tersinggung jika menerangkanya.  
                Hari ini adalah hari kesekian aku mendapatkan ketidak setaraan hak di jalan raya sebagai pengendara sepeda onthel. Sejak sekian lama aku hampir dilindas bis trek tetek bengek.
Ini adalah krebrengsekan yang sering kami idap..... DAN AKU ALAMI SEMUANYA SEKALIGUS HARI INI :

Sunday, April 20, 2014

Kartini dan Ekstasi



                Kawan, kiranya kalian tahu bahwa aku adalah laki laki yang puitis jika tidak bisa dikata flamboyan. Kartini hari ini tersenyum kembali. Hari ini adalah Hari Kartini, Hari Bumi dan Hari Anti Narkoba. Maka sekolah hari ini mengadakan hari ceria dimana seluruh pelajaran dinihilkan dan diganti dengan lomba demi lomba. Aku yang puitis ini adalah, ya ampun, representasi dari kelasku.

Selamat Ulang Tahun !!!



                Cerita yang akan anda baca berikut ini bukanlah cerita menye menye tentang lelaki yang melupakan hari ulang tahun kekasihnya bla bla bla bla bla happy ending. Sebenarnya tidak ada hubunganya dengan ulang tahun. Hanya saja hari Jumat itu penuh dengan ucapan ulang tahun. Aku pun merasa bodoh.
Sudah bukan hitungan jari kelasku membuat guru guru menangis. Dari guru tetap sampai guru PPL. Kiranya aku masih bisa mendengar guru PPL matematika tempo hari blak-blakan sesenggukan di depan kelas. Atau bahkan wali kelasku sendiri. Kurang ajar betul. Kiranya guru PPL yang cukup punya nyali untuk survive di kelas kami hanya PPL Ekonomi, Geografi, Sosiologi dan Akuntansi. Mungkin gegara mereka mengajar materi IPS sehingga mereka sudah cukup keras dan tahu diri untuk kami hajar di tempat. Hebat bukan main.

Saturday, April 19, 2014

Cintai Aku di Purgatori Nanti



                Pada bulan pertama aku memang duduk sendirian di depan meja guru tapi seiring berjalanya waktu dan setelah insiden minggu ke 3 itu, aku pindah tempat duduk jadi di pojok depan paling kiri kelas. Dan ya aku sudah tidak duduk sendirian lagi.
Sekarang teman sebangku-ku adalah Aldho. Kurang lebih ia juga adalah korban pahitnya cinta masa SMA. Bisa dibilang ia berasal dari keluarga yang berada tetapi dia bukan tokoh utama sinetron yang ke sekolah naik motor yang kenalpotnya delapan. Walau ia adalah tangan kanan kegiatan paskibraka, kurang lebih ia adalah tipe lelaki yang keibuan.
                Aldho memiliki ciri khas sehingga ia mudah dikenali. Ia lebih tinggi sedikit dari ku. Kurus tapi tidak kurus kering. Ia adalah pemilik anugrah tuhan metabolisme sungguh cepat. Seringkali aku benci dengan hidupku ketika melihat dia lebih banyak makan dariku. Wajahnya keibuan dan yang menjadi trademarknya adalah tanda lahir di bagian kanan kepalanya. Kira kira seperdelapan rambutnya berwarna putih. Seperdelapan itu adalah di bagian dekat telinga walau sekarang ia tutup tutupi dengan semir hitam. Bisa dibilang ia adalah penganut agama Katolik yang cukup taat.
*******
                Ini adalah kisah cinta yang paling tragis. Mungkin menurut kalian kisah cinta yang paling tragis adalah ketika cinta dikhianati dan diselingkuhi. Mungkin cerita cinta milikku yang hingga kini tak kunjung reda pahitnya masih bukan seberapa sakitnya. Atau mungkin menurut kalian cinta yang lebih pahit dari brotowali adalah cinta yang tak acuh, ketika salah satu insan pupus tetapi hanya diacuhkan, tidak dicintai tapi juga tidak dibenci. Ini adalah kisah cinta yang tragisnya bukan buatan dan tidak terperi sakitnya. Jika kalian menyebut kejadian tahun 1998 adalah tragedy, maka kalian ingin sebut kisah cinta milik teman sebangku ini apa?



 
                Kiranya cinta ini benihnya sudah tertanam sejak bulan ke dua tahun ajaran baru tempo hari, dan jika tidak aku provokasi, mungkin Aldho sudah mati kanker karena cintanya tidak tersampaikan. Tapi aku adalah pedosa karena jika bukan karena aku, perasaan mereka tidak akan tumbuh lebih pahit dari bulan ke dua itu. Ini adalah bulan ke 10 dan bunga ini tak layu layu. Semakin dipangkas dahanya, semakin perkasa kambiumnya. Sekali dipotong akarnya, mati dililitnya mereka. Dibakar bunganya, maka malah keluar kebun mawar yang berduri duri. Cinta mereka adalah kebun tumbuhan hama yang cantik tak terperi, sakit bukan buatan.
                Perempuan peracun itu, sebut saja Bunga,nama aslinya Vonny, adalah seorang kelas X yang baru. Tidak begitu cantik untukku, tapi mungkin di mata Aldho ia adalah Aphrodite. Tingginya mungkin sedada Aldho. Kulitnya coklat mediteran. Ia anggota OSIS, maka bisa dibilang ia adalah orang penting di sekolah. Ia pasti tidak bisa memberi waktu untuk masalah remeh temeh seperti cinta cinta dan menye menye. Tapi tidak, ia seringkali mencampakkan Aldho bukan karena Aldho adalah masalah remeh temeh. Tentu aku tahu dari gerak geriknya mereka saling cinta betul. Walau jauh dari serasi tapi siapalah aku untuk men-judge mereka?
                Berawal dari social media. Kira kira hampir setiap malamnya mereka saling kirim mention dan menuai benih cinta yang tidak terlihat pada waktu itu. Dan kiranya setelah satu minggu, aku mulai ikut campur dengan cara menjodoh jodohkan mereka seperti hal yang dilakukan anak SMA nakal pada umumnya. Dan oh Tuhan, betapa indahnya persahabatan rasa cinta mereka. Tidak butuh kata untuk mereka saling tahu. Tidak butuh ikatan untuk mereka saling mengisi. Malu malu bagai merpati pada musim kawin. Indah tak terperi.
                Pada bulan ketiga semuanya pecah dibanting kenyataan multikultural. Dan tuhan, betapa merasa berdosanya diriku setelah aku sadar bahwa Bunga adalah siswi dari kelas X MIA 6. Kalian lihat? 6! Sistem pembagian kelas sekolah kami mengharuskan mereka yang beragama non muslim menduduki kelas dengan digit dibelakang 1 dan 2. Kami adalah siswa XI IPS 2, yang berarti kelas kami memiliki komposisi banyak agama berbeda. Tapi Bunga berasal dari kelas dengan digit 6 di belakang kelasnya. Cinta yang sudah ranum ini harus dibakar paksa karena Aldho adalah penggembala domba domba Vatikan dan Bunga adalah peternak unta unta Mekkah. Jika saja aku diam, mereka tidak harus menderita seperti ini.
                Tuhan, aku berlumuran dosa.
********
Bulan ke 10 cinta ini tumbuh, hari Kamis tepatnya. Aku yakin itu hari Kamis karena kejadian ini terjadi ketika kami mengenakan pakaian olahraga. Jam 9 pagi waktu itu aku ingat betul. Setelah jam pelajaran olahraga, mampir ke kantin bukanlah hal tabu untuk dilakukan. Ketika aku mengambil dompet dari kelas, aku tidak melihat Aldho di mana mana.
Aku sedang berjalan sendirian ketika aku melihat keributan di depan ruang OSIS. Saat itu OSIS sedang menangani hal hal penting sehingga harus memotong jam pelajaran para anggotanya. Dan aku mendapati diriku melihat Aldho sudah diculik oleh teman teman yang kelakuanya khalayak alien brengsek yang kehabisan sapi untuk diculik. Iya, Aldho sedang meniti kakiknya melewati siksaan sakaratul maut. Dan brengseknya, aku ikut menyiksanya di dalam ruang OSIS. Dan iya, ada Bunga di meja komputer OSIS. Kurang ajar betul aku. Ah, anak muda.
                “Baruuuuuuu kusadariiiiiiiiii”, Diva menembang. Sungguh  kurang ajar. Kita semua tahu bahwasanya menyanyikan lagu lagu milik Dewa 19 sebelum Maghrib datang itu benar sungguh tidak baik untuk perasaan.
                “Cintaku bertepuk sebelah tanggaaaaaan”, tapi aku ikut saja. Brengsek sekali.
                “KAU BUAT REMUKKKK”, Niko menyaut. Kami adalah segerombolan laki laki yang memiliki suara bass tapi memaksan diri bermain tenor seperti Once Mekel yang akibatnya terdengar seperti kucing dilindas trek.
                Setelah lagu Pupus selesai kami memberi bridge orasi.
                “Bagaimana Dho? Kamu lakik tidak? Ini Bunga sudah tidak sabar menunggu kata cinta kau. Bisa bisa dia punya pacar duluan barulah kamu menjadi orang ketiganya.”, Diva menyulut api.
                “Mwahahahahahaha”, sebenarnya aku hanya ingin tertawa kasual tapi entah kenapa tawa yang keluar benar jauh dari batas manusiawi.
                “Sudahlah, kita tidak saling cinta. Benar, tidak bohong.” Aldho berbohong.
                “Oh tidak saling cinta?”, kali ini Agung.
                “AKU BISA MEMBUAT KAMU”, Niko meniup arang arang. Ini adalah tembang Risalah Hati yang liriknya tidak kalah kurang ajar pahitnya.
                Semakin brengsek ketika anggota OSIS ikut membakar arang arang ini. “JATUH CINTA KEPADAKU MESKI KAU TAK CINTAAA”. Semakin pecah suaranya. Semakin panas suasanya. Wajah Bunga semakin merah marah bagai tomat.
                “SUDAHHHHHH”, Aldho muntab.
                “YA SUDAH TAPI KALIAN HARUS BERPEGANG TANGAN DULU”, Gunung Kelud meletus lagi.
                Bunga yang sedari tadi malu malu kucing ikut muntab. Tapi muntabnya lucu, karena Bunga menjulurkan tangan kearah Aldho.
                “WWOOOOOWWWWW”.
                Ketika Aldho berjabat tangan, waktu seakan berhenti. Aku adalah saksi perhentian waktu itu. Ada pahit dan manis ditiap tempelan sel kulit yang bukan mukrimnya itu. Malaikat Jibril kiranya datang menjadi saksi insan yang terpisah kepercayaan ini. Ketika waktu berjalan lagi, euphoria pecah di ruang OSIS, wajah Aldho dan Bunga menghitam merah. Tapi bisa kulihat kebun mawar semakin menjadi jadi merahnya.
*******
                Sesungguhnya kawan, bukanlah diputuskan yang paling pahit. Diputuskan adalah siklus mutlak cinta. Semakin banyak anda mengalami putus cinta, anda harusnya semakin bahagia karena semakin banyak anda mengalami putus cinta, semakin dekat anda dengan jodoh asli anda.
                Friendzone? Friendzone hanyalah alasan untuk mereka para lelaki yang tidak cukup berani menyatakan rasa cintanya saat si sahabat masih dalam keadaan menunggu. Dan ketika sahabat mulai terlalu lelah menunggu, anda menganggap sahabat anda adalah wanita jalang paling jalang yang pernah dilahirkan di muka bumi. Friendzone bukan kisah cinta tragis, tapi hanya kebodohan dan kelambatan reaksi yang mengkambing hitamkan cinta.
                Cinta tak acuh memang menyakitkan. Cinta anda nyata, tapi kekanak dan ketidak etisan anda dalam mencari perhatian adalah tembok cinanya. Apa yang anda dapat dari melempari tembok cina dengan bola lumpur? Tembok itu akan tetap gagah, begitu juga hati para pujaan kalian yang risih dengan cara kalian caper. Mereka tidak punya waktu untuk menggagas kecaperan kalian yang tidak penting sama sekali itu. Cinta tak acuh kurang lebihnya gampang dirobohkan dengan sedikit instropeksi.
                Tapi tuhan, betapa menyakitkanya cinta jarak jauh ini. Bukan cinta beda negara lah yang sakit. Apalagi hanya beda kota. Cinta yang benar sejati sakitnya adalah cinta yang berbeda rumah ibadah. Ketika cinta begitu abadi. Ketika cinta tak bisa dipangkas lagi. Ketika cinta begitu khusyuk. Ketika cinta begitu tukmaninah. Semua tidak bisa disatukan lagi. Benar sakit. Sakit tak terperi. Sakit bukan buatan.
                Tuhan, jika padang mahsyar dan purgatori benar adanya, maka ikatlah mereka dalam kesatuan abadi.

Indra.

Kelas Para Protagonis


                Akhir Juni tempo hari aku mendapati diriku membaca kelas baruku : XI S2. Dan betapa remuk redam seluruh harapanku terhadap karir sekolahku ketika melihat teman teman kelasku. Tuhan, mereka adalah anak anak yang kelebihan energy. Bahkan ada di antara mereka murid murid yang bisa dibilang harus mendapat perhatian khusus dari guru, entah itu secara moral atau penyakit batiniah. Dan hatiku semakin pecah mengingat aku adalah anak yang kualitas nilainya segarda dengan mereka. Maka siapalah diriku ini untuk protes ?
                Senin berikutnya aku berat hati melangkahkan kakiku ke dalam kelas paling pojok gedung induk yang kondisinya sungguh berdebu. Kelasku begitu menyedihkan lokasinya. Jauh di lorong dilupakan fasilitasnya oleh piha sekolah. Aku kurang lebih masih belum bisa menerima kenyataan dingin ini. Beberapa wajah sudah kukenal. Ada yang komrad musik keroncong. Ada seseorang yang berasal dari kelas X yang sama. Ada atlit atlit beladiri. Blablablablablablabla kembali ke paragraph satu tentang deskripsi yang kurang lebih begitu.

Thursday, April 17, 2014

Prologue - Awal Semua Ini Terjadi



                Jika otakku masih melayaniku dengan baik, hari itu hari Sabtu yang berada di akhir Juni. Panas maha terik dengan angin maha kencang tentu menjadi setting jalan raya dan ke maha tengikan pancaroba yang datang terlambat ini adalah musuh besar para  penyepeda di kota yang sudah mulai sumuk ini. Entah saat itu berat badanku makin tidak sopan jumlahnya atau memang kakiku melemas setelah dipanasi musim dan jantungku diteror rapot yang menunggu di sekolah.
                Umurku 14 waktu itu dan aku adalah penghuni ranking garda bawah semasa kelas X. Dan seperti mereka mereka katakan, “Kalian yang gagal masuk IPA adalah orang yang tidak niat sekolah”. Ah Masyarakat. Dan kurang lebihnya aku juga viktim yang seperti itu itu. Sukur saja Ibu adalah wanita demokratis. Kiranya deskripsi untuk Ayah akan lebih jelas jika anda membaca lebih lanjut.

Indra



                Aku kurang lebihnya adalah murid SMA biasa, yang memiliki kehidupan cenderung biasa, berasal dari keluarga yang biasa. Ketika aku lahir, Rabu Kliwon akhir bulan Juli, kata Ibu, hujan deras sedang muntab di kota dan peristiwa ini adalah tersangka atas namaku Indra. Dari kota mana aku berasal kurasa tidak terlalu penting untuk dibahas.
                Diriku jauh dari tampan tapi terlalu berlebihan jika dikatakan buruk rupa. Tidak, wajahku bukan di titik equilibrium antara titik maksimal ketampanan dan titik nihil wajah jelek. Kiranya aku sedikit di bawah titik tengah tengah tadi toh kalian juga hanya membaca. Urusan wajah hanyalah urusan remeh temeh. Bayangkan saja wajahku tipikal laki laki Jawa Tengah-an, coklat sawo matang cenderung gelap -karena saya ke sekolah naik sepeda, hanya tingkat kegantenganya diminus sedikit.