Sunday, April 17, 2016

Cerita Pojok Bonbin

Berikut adalah bentuk ekspresi murni. Jika Tuhan menghendaki adanya perbedaan - yang jelas selalu ada -, balaslah dengan puisi. Dunia lebih indah ketika para tentara adalah pujangga.

********
foto dari jogjastudent.com
Siang tidak hore menanti tunggu
Racun jingga terik di atas gulu
Bercanda di hadapan nasi pecel enam ribu
Melupakan tiada lama tempat ini akan digusur waktu

Aku adalah bagian dari rakyat,
Yang tagihan UKTnya tidak tanggung seenak jidat,
Menanggung silang sesama mlarat,
Yang ditanggung ternyata bisa dolan malam dilanjut maksiat

Ke mana aku sambat?
Kepada kepulan rokok dan sedikit penyakit

Kemana lagi ketika benar Bonbin diratakan rektorat?
Kepada Tuhan karena aku harus berpuasa sedikit

Baru kemarin sore aku makan di sini
Batuk batuk karena asap asap penyakit

Ketika sudah rimbun tumbuh cinta
Indonesia sudah tidak punya rakyat jelata

Nasib

oleh: Indra

Friday, April 8, 2016

Marni


            Warung mamah selalu penuh kepul asap rokok. Walau pengap dan sengak karena tidak jarang para begajul yang nongkrong di situ pipis sembarangan di samping warung, mamah pantang menyerah buka warung. Walau kadang tetek mamah dicolek oleh para bangsat, mamah tetap dengan senyum terpaksa mempiutangkan bayaran nasi telur dan rokok barang satu dua linting per ekor anjing. Mamah adalah pemilik warung super strong.
            Papah adalah orang yang hanya bisa kulihat dari foto. Sejak aku belum lahir, kata tetangga ia pergi merantau ke Sumatra. Ia berpesan bahwa di Jawa terlalu galak untuk kaum proletar macam kami. Kabar burungnya, Papah sudah kawin lagi di sana.
            Saya sendiri adalah anak yang lumayan pintar kata tetangga. Untuk seorang anak yang harus mengabdi diri pada warung untuk bisa makan nasi sayur tiap hari dan sesekali suwiran ayam seminggu sekali, ranking 15 dari 29 anak adalah hasil yang memuaskan. Mamah selalu membanggakan aku bisa mengalahkan anak Pak RT yang berangkat sekolah – walau masih SMP – naik motor ninja warna biru, dan setiap pulang sekolah harus ikut bimbel dan setiap Sabtu sore les piano.

Friday, April 1, 2016

Menanti Pagi

Mampirlah lagi
Teh jahe di meja masih hangat menanti
Atau kedai lain punya kopi lebih wangi?
Jika malam diusir pagi, jangan lupa mampir ke sini
Pintu aku buka tiada peduli siang atau malam hari
Ada gelas yang belum sempat terisi
Wadah dingin yang kusebut hati
Hati ini

Belum lelah menanti

Indra