Tuesday, April 22, 2014

Menjadi Ayah


                Jika kalian pikir ini adalah kisah yang mengisahkan aku menghamili anak orang, maka silahkan pencet ctrl + w jika lewat komputer dan tombol decline jika anda menggunakan handphone. Kisah ini tidak unsur sex dan gravure. Kisah ini adalah kisah aku menjadi ayah untuk anak anakku. Keluarga kecil klub bahasa Inggris.

 
*******
                Semester pertama semasa kelas X aku membuang waktu di aktivitas yang untukku tidak produktif. Jangan paksa aku menulis apa yang aku lakukan karena tidaklah etis dan akan menyinggung banyak orang. Singkat cerita aku adalah remaja yang ‘buta arah’. Aku tidak menemukan passion apa apa. Memang setelah semester satu aku mendapatkan passion bermusik dan memasuki klub keroncong tetapi klub keroncong memiliki ‘Ibu’ sendiri. Ini kisah tentang keluarga kecil yang hampir mati anak anaknya.
                Bukan sombong tapi aku fluent Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris sejak umur 5/6. Tiga jika kalian memasukan Bahasa Jawa.
                Eksistensi klub bahasa Inggris di sekolahku kiranya 2 tahun ini seperti penerjun payung yang terbang bebas dan tidak memiliki keinginan menarik parasut mereka. Bahkan terancam bubar. Ketika itulah seorang teman karena sahabat terlalu berlebihan bernama Dyah mengajakku membangun klub Bahasa Inggris.
                Tuhan, memang sebenarnya grup ini bersifat club tapi aku memiliki ekspektasi ini adalah forum forum yang maha besar. Hanya ada 5 kakak kelas dan 5 adik kelas, 6 termasuk aku. 10 orang kupikir terlalu sedikit. Jelas eksistensi grup ini terancam bubar. Bukan karena anggota sebenarnya, tapi bisa dibilang keluarga ini vakum prestasi.
                Guru guru bilang klub ini adalah kuda hitam prestasi semasa tahun 2008/2009. Walau tidak sedikit guru juga yang mengatakan setelah tahun 2010 kuda ini mengalami impotensi. Banyak hujatan yang diterima ‘Ibu’. Bahkan dari kalangan generasiku banyak yang bilang ia tidak pecus ini itu. Atau yang paling parah “Loh ? Klub Bahasa Inggris belum bubar ?”. Sekarang ia hanyalah teman yang pernah ku kenal.
                Ini bukan salah Ibu. Ibu sudah melatih kami untuk debat, pidato, menulis ini itu. Apakah dihitung salah jika kami menyalahkan kota kami gegara tidak pernah menyelanggarakan lomba berbau linguistik bahasa Inggris semasa itu ? Tuhan, itu benar benar masa krisis, di mana kegiatan saja entah ada atau tidak. Mungkin jika aku tidak menggenapi mereka menjadi 10 anggota, sekarang keluarga kecil ini hanyalah sejarah yang punah bersama tetek bengek jaman jaman yang berakhiran ikum ikum.
*******
                Ah, masa MOS. Ini adalah masa ketika di mana ekskul menunjukan gigi mereka, sombong kemelinthi memamerkan ini itu. Keroncong menunjukan bass cello cuk cak biola gitar mereka bleh. Pramuka mendirikan tenda. TaeKwondo,Gulat,Pencak Silat bag bug di aula. Paskibra berbaris gebrag sepatu. Majalah pamer foto dan artikel. Kami senyum manis jika terlalu kasar bila dibilang cengengesan.
*******
                Tidak ada yang datang. Antusiasme nihil. Dan yang paling menyusahkan adalah jika ini sudah masa MOS, Ibu kami sudah harus mengakhiri masa jabatanya. Berarti harus ada regenerasi. Tuhan, ingin kupecah kepala ini biar ramai sekalian. Aku frustasi betul. Aku juga akan dikambing hitamkan pihak sekolah yang tidak tahu apa apa asal usul kenapa klub Bahasa Inggris ini diambang kematian. Pak Kris sebagai pembimbing kiranya sudah menumbuhkan beberapa uban di umurnya yang baru di awal 30an hanya gegara memikirkan nasib keluarga kecil ini. Aku terkulai lemas.
                Aku terkulai lemas karena Ibu dan Ayahku menunjuk aku sebagai kepala keluarga yang baru. Semakin menjadi stressku waktu itu. Aku tidak punya modal. Kami tidak diberi koneksi untuk membeli dan membangun modal. LALU KALIAN SEMUA INGIN APA ? Aku menjadi ketua karena aku adalah hanya satu satunya laki laki. Yustinus singgah karena aku tahu PMR mengharuskan para seniornya menghadapi soal bla bla bla bla yang banyak menyita waktu. Walau bisa dibilang Dyah dan Mirtha lebih pintar dari aku, tapi Dyah memiliki rohis dan mobilitasnya tidak terlalu lancar dan Mirtha adalah anggota OSIS. Aku menjedorkan kepalaku ke pintu sayang tidak mati mati. Aku menyileti tanganku tapi darah tak kunjung habis. Ah, aku terlalu hiperbolis lagi. Setidaknya kami mendapatkan pengganti Yustinus yang kebetulan adalah Ibu dari Keroncong. Impas.
*******
                Semester pertama, kami, ya ampun, mendapatkan undangan Student Camp. Shit was so cash. Aku, Mirtha dan Anin, si Ibu Keroncong, kiranya bisa membawa Solo mendapatkan nomor 6 karena jika disebut 5th runner up kita terlihat terlalu mencoba melebih lebihkan. Setidaknya tidak seburuk yang kita kira untuk orang yang pertama kali mencoba.
Tetapi Tuhan, orang yang bangga dengan apa yang sudah mereka perjuangkan adalah orang yang kalah. Kesalahan jika kami bangga hanya dengan nomor 6. Walau sering menuang kontroversi, ini adalah dalil yang mencambukku jika mengikuti lomba : Kata kata “Tidak apa apa belum dapat kesempatan, kita masih dapat pengalaman.” adalah alasan bagi mereka yang kalah. “Kalian lomba untuk menang, bukan mencari pengalaman.” Aku belum puas. Kami belum menjadi orang tua yang baik untuk junior kami. Aku tersesat dan bingung. Kesempatanku satu satunya selama 3 tahun ini untuk menafkahi keluargaku, sirna.
               
*******
                Semester dua, ANJING, SEMUA TERJADI BEGITU CEPAT. Aku desperate mencari lomba ini itu. NIHIL. Kepalaku tidak cepat cepat pecah. Mataku tidak kunjung menangis darah. Tapi ini sudah diambang kebisahanku. Apa mungkin aku hanya menafkahi anak anakku dengan 5th runner up tadi ? TIDAK. JANGAN. Walau itu ajang berbau provinsi tapi ya ampun, nomor 6 ? Aku adalah ayah yang problematic. Lebih buruk dari ayah ayah pecandu alkohol. Pecandu alkohol memang tidak bisa apa apa pada umumnya. Tapi, yang lebih buruk dari mereka yang tidak bisa apa apa adalah mereka yang memiliki potensi tetapi tidak bisa menggunakanya. AKU ADALAH ORANG YANG LEBIH BURUK ITU.
*******
                Tuhan masih mencintaiku. Salah satu sekolah perhotelan di kotaku mengadakan event lomba pidato dan menyanyi dalam rangka ulang tahunya yang ke 14. DI AMBANG WAKTUKU YANG HAMPIR PENSIUN. INI MENCAMBUK DIRIKU BENAR BENAR UNTUK MENANG.
                Akhir Januari, dengan bimbingan Pak Kris dan Ibu Padmi, aku mengadu nasib untuk yang terakhir kalinya. Jika tidak, TIDAK. Aku tidak tidur semalaman. Matilah aku.
                DAN HOLYSHIT. Aku bertemu dengan musuh bebuyutanku di ajang bahasa Inggris, YANG SEJAK SMP SELALU MENDAPATKAN PERINGKAT PERTAMA. Pernah ketika aku mendapatkan tempat ke tempat yang berkahiran dengan belas yang tidak penting itu, ia mendapatkan peringkat pertama. Matilah aku untuk kedua kalinya.
                Aku ingat betul aku berpidato tentang “Hospitality Industry”. Tuhan benar masih mencintaiku. Semua berjalan lebih mulus dari paha Cherrybelle. Jangan tanya gadis cina freak posisi pertama tadi. Jelas semulus bibir Angelina Jollie.
                Tuhan mencintai semua insanya dengan adil. SEMUANYA TIDAK KALAH HEBAT. DAN INI ADALAH PENGUMUMAN MENUJU BABAK FINAL. Aku mengucurkan keringat dingin. Aku tidak bisa merasakan kaki kakiku. Mataku panas ingin menangis. Teriakan teriakan muntab tersangkut di tenggorokan. Ketika nama pertama disebutkan, IYA GADIS CINA FREAK POSISI PERTAMA TADI. Terkencing kencing sudah aku. Akan ada 3 nama yang disebut. Nama satu sudah dibooking bleh bleh. Ketika nama kedua disebutkan, blablablabla dari SMA kota sebelah. Ingin sekali aku membanting pembawa acara dan memajang kepalanya di kamarku. Ini benar sudah melewati kesabaran yang manusiawi. Aku mulai bergidik seperti ini. Mungkin aku sudah mengidap penyakit gila. Dan ketika nama ketiga akan dibacakan, YA AMPUN SEPERTI SINETRON, TIDAK KURANG TIDAK LEBIH, INDRA ATMAJA. Langit biru tidak pernah lebih indah dari ini.
                Ya ampun, babak final. Seingatku aku tidak pernah tembus 10 besar setelah Student Camp itu. Tapi, kuulang, ini BABAK FINAL. Ya ampun tuhan, ku ulang sekali lagi BABAK FINAAAAAAALL. Kembang kempis jantungku. Tapi setelah melihat urutan performku adalah yang pertama, jantungku meledak dan akhirnya aku terkulai anemia.
                Di pidato ini, aku berpidato tentang makanan botok. Aku berusaha sediare diarenya diriku mempromosikan botok agar bisa dimakan khalayak umum luas. Aku mengaji gizi dan menjadi munafik karena berdalil vitamin ini itu yang jelas bukan mata pelajaran IPS. Tapi mereka semua juga tidak tahu aku bodohi. Seusai pidato kiranya ada yang lengket lengket di celana dalamku.
                Hari berikutnya adalah pengumuman. Jika aku sudah masuk final, sejeleknya aku mendapatkan nomor ke3.
                Jelas yang nomor satu adalah gadis cina itu tadi. Aku tidak banyak komplen. Oncomnya terlihat lebih enak dari bothokku. Tuhan kali ini lebih bermurah hati karena aku mendapatkan posisi dua.

                Kawan, kalian tidak akan bisa merasakan euforia menghidupi lagi keluarga yang sudah mati 3 tahun dan memberi anak anakku gizi juara dua sekaresidenan. Kini keluargaku berjumlah 11 komrad.
                Aku mencintai keluarga ini seperti aku benar benar ayah walau tanpa istri yang sah.

Indra.

No comments:

Post a Comment