Thursday, April 17, 2014

Indra



                Aku kurang lebihnya adalah murid SMA biasa, yang memiliki kehidupan cenderung biasa, berasal dari keluarga yang biasa. Ketika aku lahir, Rabu Kliwon akhir bulan Juli, kata Ibu, hujan deras sedang muntab di kota dan peristiwa ini adalah tersangka atas namaku Indra. Dari kota mana aku berasal kurasa tidak terlalu penting untuk dibahas.
                Diriku jauh dari tampan tapi terlalu berlebihan jika dikatakan buruk rupa. Tidak, wajahku bukan di titik equilibrium antara titik maksimal ketampanan dan titik nihil wajah jelek. Kiranya aku sedikit di bawah titik tengah tengah tadi toh kalian juga hanya membaca. Urusan wajah hanyalah urusan remeh temeh. Bayangkan saja wajahku tipikal laki laki Jawa Tengah-an, coklat sawo matang cenderung gelap -karena saya ke sekolah naik sepeda, hanya tingkat kegantenganya diminus sedikit.

 
                Badan besar dan berkulit kencang dan sedikit koleksi lemak dan bahan bahan bahaya lainya di perut. Tidak, penyakit asmaku bukan dari pola hidup toh makanku tidak seperti yang kalian duga. Porsi makanku sedikit lebih banyak memang tapi kiranya ketika sebelum aku memasuki rahim Ibu aku lupa mengambil jatah metabolisme dari tuhan sehingga bisa dibilang lemak tadi bukan benar benar lemak dan juga kalimat ini tidak etis jika dilanjutkan lagi.  Dan lebih tidak etis jika aku menuliskan berat badanku. Tidak, tidak seekstrim itu. Walau gembrot kiranya aku masih memiliki stamina yang di atas rata rata. Berkontradiksi dengan asmaku yang sering kambuh jika kedinginan memang.
 Mereka bilang aku pintar, tapi mbeling. Aku tidak akan menuliskan tetek bengek IQ. Kiranya aku tipe orang yang kurang percaya system IQ blablabla. Jika IQ adalah patokan yang signifikan, maka dengan quantitas yang aku miliki mungkin aku sudah memecah misteri misteri Andromeda, Jagat Raya, Blackhole yada yada yada dan semua diksi astronomi lainya. Pada nyatanya siapalah aku ini. Bukan orang berpengaruh, orang yang keberedaanya tidak akan digubris media.
Masalah kaya atau tidak itu sepertinya juga hal yang tidak penting untuk hidup kalian. Mungkin juga paragraph ini tidak penting. Jadi bagi kalian yang sensitive jika membaca hal hal yang berbau kelas sosial ekonomi maka langsung saja ke paragraph di bawah. Singkat saja barang barang materialistic yang kiranya adalah bagian hidupku adalah laptop yang cukup nyaman untuk dipakai, handphone Nokia yang baru saja qwerty, sepeda yang jenisnya biasa digunakan mereka mereka karena aku tidak terlalu tahu detail sepedaku, 3 gitar – 2 nilon, 1 string, gitar kecil cuk, gitar kecil cak dan biola.
                Singkat cerita aku adalah, kata mereka mereka yang tidak terlalu kenal aku, anak pintar yang menduduki kursi IPS yang hidup di titik marginal antar kedua jurusan IPA IPS. Hujatan stratifikasi yang kucerna hampir tiap harinya adalah cambuk yang membuatku bergairah untuk mengubah pernyataan paragraf satu. Ah Masyarakat.
                Kalian percaya atau tidak itu urusan kalian. Aku bukan tipe orang yang memaksa kepercayaan. Ini adalah cerita cerita dari kelas paling pojok di lantai dua gedung sekolah yang ditulis di pojok kelas.

Selamat menikmati.
Indra.

No comments:

Post a Comment