Friday, April 25, 2014

Bukan Cinta Picisan


                Ah, cinta dan romansa masa SMA memang tidak ada habisnya. Dari beda agama, beda rasa sampai beda kasta.
                Di sini aku adalah aku yang lain. Di sini aku adalah aku yang berada di belahan bumi lain. Aku di sini adalah aku yang lelaki kurus jangkung kering berpipi tirus, bedakan aku dengan bajingan gembrot yang berisik banyak bacot di pojok kelas itu. Aku di sini adalah pendiam. Aku di sini adalah pecinta.

*******
                Aku mengenalnya sejak SD. Dia adalah seorang sahabat. Dia adalah sahabat yang ideal. Di mana dia berada aku ada. Mulai dari remeh temeh seperti makan sampai yang penting bukan main seperti contek mencontek dia selalu ada membantuku. Bahkan karena kita adalah laki laki yang agaknya seperti pada umumnya, jika dia sedang bergelut, aku tentu langsung ikut menghajar laki laki yang suka usil itu. Banyak yang mengira kami sepupu, tapi pada nyatanya kami hanya sepasang sahabat sejati. 
            SMA ini kami tidak sekelas lagi. Ia tumbuh menjadi murid IPS pada umumnya. Berandal dan garang.
Aku agaknya menjadi golongan yang sedikit melambai. Bukan melambai, lemah lembut lebih tepatnya. Aku tidak suka rokok dan motor motor. Aku lebih suka menulis dan membaca. Aku aneh.
Kami tidak lagi akrab. Ia mempunyai dunia sendiri. Jika pulang sekolah aku berada di perpustakaan, ia akan kongko kongko di tempat parkir. Kami mulai berbeda.
*******
Senin itu jam kosong. Sealim alimnya aku, aku juga bisa lapar. Jam terakhir itu aku beranikan diriku untuk kantin. Tentu aku takut. Bisa saja aku kegep guru guru BK. Atau dalam kasus terburuknya guru agama.
Aku sendirian. Tentu, kelasku sudah pulang semua. Mereka memang nakal.
Di kantin aku melihat dia lagi. Aku mau menyapanya sebagai basa basi. Saat kurang beberapa meter sebelum aku menyapa, ya ampun, dia membawa kaum hawa untuk menyuapinya.
Aku mulai benar benar merasa aneh. Aku merasa ada yang menganggu jiwaku. Dulu sewaktu SD aku adalah yang menemaninya makan walau tidak sampai menyuapinya. Tapi ini benar mengangguku. Atau lebih tepatnya sedikit merasa kalah karena teman karibku kini sudah punya apa yang mereka sebut kekasih. Aku masih saja bercumbu dengan novel dan bolpoin. Aku merasa gagal.
Aku tidak jadi berbasa basi toh dia juga tidak sadar aku ada di situ makan.Dia sibuk bermesra canda.
********
                Kamis itu pelajaran musik. Saat aku hendak ke ruang musik dengan sangu gitar dan biola, aku melihatnya bergenjreng ria, bercanda imut dengan wanita itu lagi. Aku semakin merasa terpuruk.
Ia yang hanya bisa kunci C Am G Dm di tiga fret awal bisa bisanya cinta cintaan dengan perempuan. Jangankan Bm, F saja masih memble. Gitaranya kelas teri.
Sedangkan aku ? Yang gitarnya menganut aliran fingerstyle, wanita wanita pun hanya sebatas menggemariku. Tidak ada rasa tertarik bleh bleh bleh kujadikan apalah itu. Biola ? Sexy mati. Tapi apa ? Aku iri.
Aku tidak begitu mafhum apa yang sedang ditembangkanya. Aku melewatinya dengan bermain intro Perahu Kertas. Sedikit kukeraskan petikan. Bassnya kubanting menantang cakrawala, untung saja tidak putus. Ia mengetahui keberadaanku. Dia hentikan permainan gitaranya yang maha pemula itu. Dia melototiku. Aku tak acuh. Aku melengkungkan senyum puas. Bajingan sekali aku.
********
Malamnya, aku iseng lagi membuka lagi social media yang sudah sekian lama tidak ada kabarnya. Seperti sinetron, aku bertemu dia lagi. Dia menye menye status sok mesra. Aku bangga dia tidak menggunakan kaedah galau yang benar dalam berstatus ria. Aku bangga karena aku jauh lebih baik darinya dalam hal menulis. Aku adalah raja literatur. Aku adalah dewa sastra tulis.
Dengan rasa yang biasa dibilang sombong oleh masyarakat, aku menulis status yang tidak bisa dibilang biasa mesranya. Ini status status nomensen seperti yang remaja sering lakukan. Tidak semainstream dan semenye mereka tentunya. Galau dengan kelas. Galau yang elegan jika kata Raisa.
Benar saja, ia balas status no mensen juga. Tapi agaknya ia murka betul terhadapku. “Sombong itu nol besar”, begitu isi statusnya. HAH ! Dia kira aku akan bergidik. Nol besar untuknya.
Kami perang status no mensen. Benar panas. Rentetan like memasuki notif tapi peduli setan dengan jempol biru itu.
Aku menang. Entah dia kalah atau tertidur atau malah bosan membalas. Aku menang. Itu sudah cukup. Aku menang.
*******
Kawan, aku mengidap penyakit moral di mana merasa terganggu ketika melihat orang lain pacaran. Atau kira kira begitulah kenyataanya karena aku tidak menganggap aku salah. Aku keras kepala betul. Tak tanggung tanggung jika aku mencari masalah.
******
Benar saja aku mendapat masalah. Rabunya pada istirahat pertama dilabrak diriku. Beruntunglah diriku dia hanya sendirian.
“Maksudmu itu apa ?”, nadanya masih lembut. Masih.
“Ah, berisik.”, aku menyulut sumbu.
“Kamu iri ?”, mulai marah dia. Bomnya meledak.
Aku diam tapi jika aku pasang foto bagaimana mimik mukaku untuk menanggapinya bisa bisa laptop atau handphone kalian akan kalian banting saking muntabnya.
“KAMU NANTANG ?”, dia murka. Kawan, kiranya aku seidikit takut dibuatnya.
“Ah, perasaanmu saja”. Tapi aku masih bisa kurang ajar.
Dia benar muntab. Aku disungkurkan agak keras sampai jatuh. Untungnya aku jatuh pantat duluan  tetapi mataku sedikit rabun dibuatnya. Aku panik.
“JADI KAMU DIAM DIAM CINTA SAMA KEMBANG ?”.
Oh jadi namanya Kembang, pikirku. Aku diam. Aku takut. Aku lari dari kelas langsung ke kantin. Untung saja dia tidak mengikutiku. Aku kalut betul. Seantero kelas lain melihati aku lari dari kelas dengan muka ketakutan.
********
Malamnya aku resah dan gelisah. Aku mulai sadar dan menanyakan apa sebenarnya maksud aku menyulut sumbu bom ini. Kembang juga agaknya tidak cantik. Dia hanya berkulit putih bersih. Banyak penggemarku jauh lebih cantik dari Kembang.
Malam itu adalah malam terlama dalam hidupku. Satu menit serasa satu millenium. Ini semua karena jika semua premis premis ini dikumpulkan bisa ditarik kesimpulan yang tidak enak kudengar tapi kurasa benar adanya. Aku membanting otak. Aku galau. Aku bingung. Aku tersesat. Lebih tepatnya, aku hina.
Kawan, yang bisa melihat itu mata, bukan cinta. Kawan, dosa itu hanya ada di agama, bukan di cinta. Kawan, cinta itu tidak rasis, cinta itu tidak membeda bedakan. Kawan, jika cinta pakai logika itu namanya matematika.
Dengan kuat hati walau sedikit retak aku mafhum sekarang. Aku tahu detail detailnya. Kenapa setelah SMA ini aku sedikit temperamental. Aku mafhum kenapa setiap dia bersama kaum hawa aku ingin membunuh lonthe lonthe itu. Aku paham kenapa aku tidak tertarik terhadap penggemar penggemarku yang biasa dibilang cantik oleh orang orang itu. Aku mengerti mati kenapa aku berubah sikap terhadapnya setelah dia memiliki apa yang dia sebut dengan kekasih itu. Aku cemburu. Aku cinta dia.
*******
Sepulang sekolah esok harinya aku berharap bisa meminta maaf kepadanya di parkiran sekolah. Parkiran waktu itu seketika kosong. Beruntung sekali. Tapi tetap, kakiku berat ketika kulangkahkan. Atmosfirnya begitu membenciku walau tidak ada siapa siapa kecuali dia.
“Mana Kembang ?”, aku mencoba membuka pembicaraan ketika dia sedang sibuk dengan bagasi motornya.
Dia hanya diam, mengambil helm dari bagasi motor, lalu membanting keras jok motor.
“Mau apalagi ?”, dibentak diriku.
Aku diam.
“Kembang tidak masuk sekolah.” Dia dingin sekali sekarang. Mataku panas ingin menangis. Aku rindu suara jenakanya. “Mau apa kau dengan Kembang ?”. Sepertinya itu keluar lebih lembut dari tenggorokanya. Aku tahu sebenarnya dia ingin menghardikku. Aku semakin lemas. Kakiku ingin aku terkulai di sini juga.
“Aku mau minta maaf kepadamu.” Aku mencoba setenang mungkin. Tapi ketika keluar dari mulut, semuanya menjadi sedikit kaku.
“Tidak perlu.” Dia melengos. Ini hanya basa basi remeh temeh baginya. Dia balik kanan membelakangiku. Aku ingin berteriak sekeras kerasnya.
Aku panggil namanya dengan keras seperti membentak. Entah apa yang menggerakan kakiku, kukecup pipinya tepat saat dia memalingkan muka. Aku memang menangis. Pipiku dan hidungku pasti memerah. Dengan isakan rasa bersalah aku menangiskan kata maaf. Seribu kali maaf.
Aku tahu ini salah. Tapi kenapa Tuhan begitu benci kepadaku sehingga aku harus mencintainya ? Kenapa ? Ini semua tidak adil. Semakin tidak adil karena dia tidak mencintaiku balik. Aku aneh. Aku goblog. Aku bodoh. Aku berlumuran dosa.
Aku balik kanan pergi lari meninggalkanya yang membeku.

Indra.

1 comment:

  1. Jadi kamu sebernya kamu cinta kembang atau sahabatmu itu?

    ReplyDelete