Saturday, May 30, 2015

Aku yang Sombong

            Rasanya baru kemarin aku dimarahi habis habisan oleh Ibuku karena aku, anak yang lulusan kelas akselerasi, entah bagaimana asal usulnya, mendapat juara 25 dari 30 anak di kelas di kelas SMAnya ini. Mungkin karena tidak semua anak akselerasi pintar. Mungkin karena aku sudah mulai bosan dengan belajar. Atau mungkin juga karena mimpi basah.
            Rasanya baru tadi pagi, premis aku juara 25 ujug ujug menegang seperti pengantin baru menjadi juara 2 kelas. Mungkin karena aku masuk kelas IPS, kelas yang terduga sebagian minoritas masyarakat hinakan jika anaknya masuk ke kelas tersebut kelak. Mungkin karena aku sudah terbiasa dengan mimpi basah. Mungkin karena anu.
            Aku, manusia tersombong sebumi pertiwi ini, mengakui kesombonganya. Suatu prinsip yang tiada masuk akal bagimu mungkin, namun bagiku, semua orang adalah asu dengan cara mereka sendiri. Namun, kita saling menutupi ke-asu-an itu dengan tetek bengek kemunafikan ini itu. “Memanusiakan diri” istilah sopanya. Hanya saja, aku yang banyak dibenci orang ini, selalu telanjang dari kemunafikan. Di sisi lain, semua kawan tahu borok borokku. Namun ketika mereka tak sengaja tahu momen momen cemerlangku, aku dianggap manusia sok. Bajingan ekshibitor kelas wahid. Padahal pada dasarnya aku ini apa adanya dan cerewet. Namun siapa yang mau peduli alasan. Alasan adalah premis tiada penting di bumi Indonesia. Walau sebenarnya aku akui aku memang sombong. Jauh di atas rata rata orang sombong.
            Aku sangat doyan merendahkan orang lain. Aku diam diam mencibir manusia kebanyakan. Menulis cerpen tak tahu etika dan ijin manusia tersangkut. Seperti anjing Pasar Gedhe yang tidak tahu adat istiadat.
            Aku kira aku melakukan jatah scenario dari tuhan. Menjalani peran kehidupan masing masing. Menjadi protagonist di novel masing masing dalam satu setting yang kita sebut jagat raya. Namun, tiada aku pungkiri tidak semua scenario itu lucu. Aku agaknya sudah menjalani beberapa scenario tidak mengenakan, beberapanya tidak aku tulis, beberapanya tidak aku terbitkan di blog.
            Setiap karakter dalam prosa mengalami character development – pengembangan karakter. Aku selalu mengira semua itu akan sebercanda novel novel itu. Namun, kawan, betapa perih hatiku ketika kemarin, semua jagat social media berkoar dengan satu pakem formulir “Aku masuk universitas anu jurusan anu!”
            Ketika aku yang suka pamer hilang dari peredaran, mereka semua larut dalam tanda tanya. Di mana Indra yang banyak suara gerangan berada?
            Aku di sini, di pojok gelap ruang kamar bersama biola dan lantunan perih Swan Lake. Lalu aku bertanya, apakah sebenarnya, diam diam aku ini goblok? Aku ini sebenarnya tidak pintar? Piala piala yang ada dalam lemariku itu hanya omong kosong belaka. Juara 1,2,3 sampai harapan 3 komplit. Namun apa hasil dalam hasil SNMPTNku? Merah. Semerah tangis darahku malam itu.
            Muntab dan pisuhan memenuhi dadaku. Bisa bisanya, siswi SMA tetangga yang jelas jelas jurusan IPA bisa murtad seenak udelnya di domain kami, fakultas anak IPS. Sedangkan aku yang merasa pintar ini tidak diterima. Kalah dalam kandang.
            Kawan, lama sekali aku menerima kenyataan. Kakak kakak kelas yang menanyakan kabar tiada aku jawab. Tidak ada gairah. Tetapi, ingatkah aku dengan prinsipku bahwa semua manusia adalah protagonist dalam novel yang berbeda? Mungkin Tuhan tidak memperbolehkanku sombong lagi.
            Aku selama ini bangga dengan aku yang aku dan sering kali merendahkan mereka yang di sekitarku. Saat mereka plang plung masuk ke perguruan tinggi, aku tertawa miris, Tuhan suka bercanda. Dengan punchline yang mengiris hati dan secara simultan mendewasakan umatnya.
            Ketika aku buka layar handphone dengan 200 notifikasi entah itu LINE, Whatsap, SMS, BBM, Solar, Pertamax, aku beranikan diri untuk menerima caci maki yang aku perlukan agar aku semakin dewasa.
            Memang benar, Tuhan suka bercanda. Ratusan doa menyerbuku yang seharusnya dilaknat ini. “Indra pintar pasti bisa!”. “Semangatlah sahabat pojok kelasku!”. “Indra tidak diterima SNMPTN karena dianggap mampu SBMPTN!”. Sungguh lucu perasaan ingin menangis dan tertawa secara bersamaan. Tuhan memang suka bercanda.
Semoga Tuhan memberikan aku yang inshaallah akan berubah ini jalan yang terbaik untukku. Terimakasih Tuhan karena tidak melancarkan SNMPTNku. Kawan kawanku, kekasih kekasihku, pacar pacarku, sahabat sahabat pojok kelasku dan cerita ceritanya, terimakasih doa kalian.


Indra.

No comments:

Post a Comment