Saturday, August 29, 2015

Cerita Pojok UGM - Lembar Baru

            Aku dicaci rindu. Tidak sejauh itu, namun memang jauh. Bukan karena jarak yang membuat jauh, namun sikapmu padanya. Nya yang ia, lelaki yang sedang tampan tampanya memelukmu ketika kau sedang lebih cantik daripada biasanya karena aku rindu.
            Ada apa dengan kita? Engkau bilang engkau tidak sepergi itu. Jauh sekali dirimu di sana, hujan datang namun tidak satupun puisi lahir untukku. Kau cemburu karena aku direbut jarak. Namun, kekasih, jika kita berbicara agama lagi, betapa aku lebih cemburu terhadap Tuhanmu yang benar benar kau cintai itu?

            Jogja sungguh indah, kekasih. Aku masih saja tidak bisa naik motor. Ketika kau sedang manis manisnya manja di dalam mobil sedan hitam bersama lelaki beruntung yang kau sebut teman itu, aku masih dibelai mesra oleh angin malam yang tidak secantik dirimu.
            Di bawah lampu taman yang selalu berpijar malu ketika malam datang, aku sendirian di bangku Balairung. Sedang dicaci rindu dan menyumpahi bajingan sepertimu yang tega membuatku cemburu.
            Kampus semakin sepi. Menemaniku yang sendiri. Hanya suara biola yang dulu selalu engkau rindu dari aku dan angin malam minggu yang menyapu daun daun jatuh yang membuat aku masih sadar waktu.
            Dan kali kedua ini aku melihat karya surga dari mata seorang hawa, di atas sepeda yang sama reyotnya seperti milikku. Hawa yang datang dari sisi lain kampus. Ia ingin menjabat tanganku dan dengan manisnya bertanya,
            “Kamu Indra yang kemarin bermain biola di sungai kampus itu, ya?”
            Cerita Pojok Kelas mustahil untuk berakhir, kawan.


Indra.

No comments:

Post a Comment